Selasa 01 Nov 2022 21:37 WIB
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah

“Dakwah kepada kebaikan mempunyai keutamaan yang besar”
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Profesi apapun merupakan aktivitas yang sangat mulia. Apalagi, ketika pekerjaan-pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan penuh semangat dan ikhlas pada dasarnya mengandung unsur peran dakwah.
Direktur DPPAI Universitas Islam Indonesia (UII), Drs Nanang Nuryanta menekankan, pekerjaan yang dijalankan dengan demikian akan bernilai ibadah dan dapat membawa keberkahan dalam hidup.
Yang dilihat bukan apa pekerjaannya, melainkan apa bentuk kontribusi yang sangat memberikan dampak dan kebermanfaatan.
Kemudian, memaksimalkan proses pembelajaran. Karena itu, Nanang menyarankan, kita harus ada kesungguhan. Ibadah tidak ada arti apa-apa kalau tidak diniatkan kepada Allah SWT. Untuk itu, semua aktivitas yang kita lakukan diniatkan ibadah.

“Insya Allah apa yang dilakukan tidak sia sia,” kata Nanang dalam Pelatihan Dakwah Tenaga Kependidikan: Meraih Kesempurnaan Ibadah Dengan Bekerja yang digelar Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII, Selasa (1/11/2022).
Dosen FIAI UII, Muhammad Najib Asyrof menuturkan, setiap manusia memiliki hak untuk berdakwah tanpa memandang status sosial maupun status pekerjaannya. Jadi, apapun pekerjaannya, masing-masing kita semua sebenarnya merupakan duta dakwah.
Dia menekankan, meskipun kita bekerja dengan baju yang kotor, kita semua tidak luput dari kewajiban berdakwah sepanjang kita masih merasakan nikmatnya taklif. Kemudian, kita merasa apa saja yang kita sampaikan itu baik dengan orang lain.
“Berdakwah tidak harus di mimbar akademik, bisa di rumah mengajari anak-anak, dan tidak ada kata terlambat, mudah-mudahan bisa menjadi pasokan pahala untuk kita semua,” ujar Najib.

Dosen FH UII, Bagya Agung Prabowo, mengingatkan, semua profesi yang ditekuni memiliki derajat yang sama di hadapan Allah SWT.
Manusia itu terbentuk oleh pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah), sehingga siapapun itu tidak penting.
Dia menegaskan, yang penting itu pola pikir kita dan pola sikap kita. Apapun profesinya di mata Allah SWT sama, yang membedakan itu ketaqwaannya.
Jadi, jangan iri ataupun memandang kalah dengan orang lain karena di mata Allah SWT itu sama.

Terakhir, dia berpesan untuk senantiasa berdakwah dan menebar kebaikan dan secara garis besar dakwah ada tiga macam.
Ada dakwah yang disampaikan dengan ucapan, dakwah yang disampaikan dengan perbuatan dan dakwah melalui tulisan-tulisan.
“Segala profesi apapun sangat mungkin melakukan ketiganya. Mengingatkan orang lain satu profesi itu sudah termasuk dakwah bil lisan,” kata Bagya.
Mengapa Dakwah kepada Keluarga Lebih Diutamakan? Ini Jawaban KH Anwar Musaddad
Selasa 06 Sep 2022 22:26 WIB
Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
“Dakwah kepada keluarga sebaiknya didahulukan daripada dakwah ke orang lain”
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perjalanan hidup Prof KH Anwar Musaddad adalah perwujudan dan sosok yang relatif utuh dan komprehensif.
Dia adalah seorang figur ulama yang tawadhu, zuhud, dan wara, sekaligus seorang intelektual yang sangat peduli akan penting dakwah islamiyah.
Manifestasi dan komitmennya terhadap dakwah tidak hanya dibuktikan Kiai Anwar Musaddad lewat ceramah dan khutbah yang disampaikannya di berbagai tempat.
Baginya, menerima atau menyampaikan ilmu merupakan dua kewajiban generasi rabbani. Karena itu, dia juga selalu siap menerima ceramah dan khutbah orang lain, tanpa merasa risih sedikit pun.
Dalam biografi yang dirilis situs resmi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dijelaskan bahwa Kiai Anwar Musaddad menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki kekurangan atau kekhilafan dan kelebihan.
Kekurangan dan kelebihan inilah yang selalu dihayati Kiai Anwar Musaddad. Baginya, kekurangan dan kelebihan itu mutlak adanya pada diri manusia.
Atas dasar itu, Kiai Anwar Musaddad tidak segan-segan untuk belajar kepada siapa pun atau apa pun. Dia bahkan selalu menyempatkan hadir untuk mendengarkan ceramah atau taklim di lingkungan pondoknya. Aktivitas menyerap ilmu ini lebih intensif dilakukan pada akhir usia senjanya.
Dakwah yang efektif adalah dakwah teladan, termasuk dalam berkeluarga. Itulah sebabnya, Kiai Anwar Musaddad berprinsip bahwa keluarga harus dimantapkan lebih dulu.
Baginya, keluarga merupakan objek dakwah (mad’u) pertama yang harus didahulukan daripada selainnya. Kiai Anwar Musaddad merujuk pada nash Alquran:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ ”Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS Asy Syuara ayat 214).
Sulit dimungkiri pula bahwa keluarga yang hancur dan berantakan akan sangat berpengaruh kepada pelaksanaan tugas-tugas dakwah. Karena itu, Kiai Anwar Musaddad selalu memulai dari lingkungan keluarganya sendiri.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS At Tahrim ayat 6).
Meskipun kesibukan dan jadwal kegiatannya penuh, Kiai Anwar Musaddad juga tetap mengajar putra-putrinya untuk belajar Alquran, hadits, dan fikih secara langsung.
Dia bahkan menjelaskan pemahaman kandungannya. Semangat belajar selalu ditumbuhkan kepada batin putra-putirnya.
Suasana damai dan harmonis pun betul-betul terasa di dalam keluarga Kiai Anwar Musaddad.
Semua persoalan yang muncul selalu diselesaikannya dengan baik dan penuh pengertian.
Tak seorang pun anak-anaknya yang menyakitinya, dan disakiti olehnya. Semua putra-putrinya merasa puas dan lega hati sedemikian nyaman.
Bagi Kiai Anwar Musaddad, keharmonisan keluarga merupakan kunci utama bagi keharmonisan diri dan kesuksesan dakwah.
Inilah prinsip yang selalu dipegangnya. Dia bercermin dan belajar dari keluarga Nabi Ibrahim yang oleh Allah SWT disebut sebagai imam bagi manusia.
Menurut Kiai Anwar Musaddad, kesejalanan ide, keselerasan pikiran, dan kesatuan hati antara ayah, ibu dan anak merupakan pendukung utama kesuksesan dakwah.
Prinsip ini menjadi kunci utama dan doktrin perjalanan hidup Kiai Anwar Musaddad, dan ia telah berhasil membuktikannya.
Kiai Anwar Musaddad menyadari bahwa seorang nabi sekalipun, ketika dakwahnya tidak didukung istri dan anak-anaknya, dia pasti menemui kegagalan. Apa yang dialami Nabi Nuh As dan Nabi Luth As merupakan sebuah pelajaran berharga tentang masalah itu.
******
Republika.co.id/Ilustrasi Fotografer : Abah John.