Garut News ( Rabu, 10/06 – 2015 ).

Penduduk kudu berhati-hati mengonsumsi beras hasil panen areal persawahan dari wilayah hilir sentra industri kulit Sukaregang, meliputi wilayah Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan.
Lantaran, areal persawahan tersebut diduga sejak lama tercemar limbah cair industri penyamakan kulit. Bahkan selain mencemari lahan sawah, zat-zat kimia berbahaya atawa logam berat khususnya kromium juga diduga kuat mencemari bulir-bulir padi dihasilkannya.
Kondisi serupa diduga pula terjadi pada pelbagai jenis ikan dipelihara warga di kawasan itu.
Malahan tak tanggung-tanggung, terdapat sekitar 600 hektare lahan sawah tercemar limbah kulit Sukaregang. Tersebar antara lain di Desa Karangmulya, Desa Suci, Desa Lengkong Jaya, dan Desa Suci Kaler (Kecamatan Karangpawitan),
Serta Kelurahan Sukamentri, dan Kelurahan Kota Wetan (Kecamatan Garut Kota).
“Hasil penelitian menunjukkan ada sekitar 600 hektare sawah terkena limbah kulit Sukaregang. Ini berlangsung sekitar 34 tahun. Selain berakibat penurunan produktivitas tanaman padi 40 persen, ternyata diuji laboratorium, logam berat kromiumnya menempel pada padi atawa beras dihasilkan. Ini kan berbahaya bagi kesehatan,” kata Kepala Seksi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan kabupaten setempat, Asep Dimyati, Ahad.
Pencemaran ini terjadi sebab air irigasi selokan Ciwalen merupakan satu-satunya sumber air persawahan justru merupakan salah satu saluran aktif pembuangan limbah dari daerah industri penyamakan kulit Sukaregang.
Selain hitam pekat, air selokan tersebut menyengat berbau sangat tak sedap.
Para petani pun hanya bisa pasrah. Beberapa kali melayangkan protes kepada Pemkab Garut namun hingga kini persoalan itu, tak kunjung ada penyelesaian.
Sarana “Instalasi Pengolahan Air Limbah” (IPAL) penyamakan kulit Sukaregang dibangun pemerintah menelan biaya miliaran rupiah, justru hingga kini tak pernah berfungsi.
Padahal limbah cair dihasilkan mencapai 900 meter kubik setiap hari. Limbah cair mengandung zat-zat berbahaya ini langsung mengalir ke sungai tanpa melalui proses pengolahan pada IPAL.
Dimyati mengakui sulitnya penanganan masalah industri kulit Sukaregang terlanjur menjadi ikon industri unggulan kabupatennya.
“Perlu penanganan serius dan komprehensif pelbagai pihak. Termasuk masyarakat, terutama kalangan pengusaha. Sebab, memang apabila melihat KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), industri penyamakan kulit tersebut merupakan isu strategis. Dalam artian paling negatif dan berdampak kumulatif,” kata dia.
********
Noel, Jdh.