Yang Tersisa dari Pilkada

Yang Tersisa dari Pilkada

771
0
SHARE
Nadia

Red: Didi Purwadi

Oleh: Asma Nadia

Garut News, ( Ahad, 19/02 – 2017 ).

Nadia
Asma Nadia. (Daan Yahya/Republika).

Menarik mencermati beragam sikap yang ditunjukkan banyak pihak terkait hasil Pilkada serentak 2017. Yang unggul menunjukkan tanggapan berbeda-beda. Ada yang memilih sikap pongah. “Lihatlah calon kami. Sudah diserang sana sini, didemo, ternyata tetap unggul.” Sebagian memutuskan untuk bersyukur dan tetap menjunjung amanah. “Alhamdulillah, masyarakat memberi kepercayaan pada kami. Semoga kami amanah.”

Di antaranya ada yang langsung merayakan keunggulan, walaupun hasil perhitungan resmi belum dikeluarkan. Tindakan yang sebenarnya berpotensi memicu keributan jika kemudian hasil di akhir perhitungan berbeda.

Yang tersisih juga punya cara berlainan dalam menghadapi kekalahan. Ada yang secara jantan mengakui kekalahan dengan lapang dada. “Saya menerima hasil ini dan mengucapkan selamat pada pemenang.” Pun ada yang mempertanyakan hasil perhitungan, menyoal ada tidaknya kecurangan, dan sebagainya.

Dari cara peserta pilkada menerima hasil sementara, setidaknya kita bisa melihat kualitas kepemimpinan para calon atau pengusungnya. Upaya pemilih menanggapi juga berbeda. Ada yang menerima kekalahan, ada pula yang masih belum bisa menerima kenyataan.

Khusus DKI yang memberlakukan aturan pilkada satu atau dua putaran, beberapa pendukung calon yang gagal di putaran pertama, ada yang langsung mengalihkan dukungan ke kandidat lain yang maju ke putaran kedua. Seperti sebagian relawan AHY yang langsung menggerakkan dukungannya ke Anies-Sandiaga. Karena, menurut mereka, pada prinsipnya kedua pasangan memiliki kesamaan.

Ada juga pemilih yang kandidatnya kalah, kemudian memutuskan golput. Tentu saja ini hak pribadi, namun sebenarnya disayangkan. Harus diingat satu suara itu mahal, karena itu semoga tidak ada yang membuang kesempatan untuk membuat perubahan.

Sebagian pemilih kecewa karena merasa menjadi korban. “Saya kehilangan hak pilih karena digusur!”

Yang unik, perhelatan pilkada di beberapa daerah yang mempertandingkan satu kandidat tunggal melawan kotak kosong. Lebih unik lagi kotak kosong hampir memenangkan pemilihan. Di Buton, kotak kosong mendapat 44,92 perren suara, nyaris mengungguli calon yang berasal dari pejabat yang sedang berkuasa.

Ah, pilkada memang meninggalkan banyak catatan.

“Kalau mau tahu yang namanya politik, lihat pilkada serentak 2017!” Seorang teman yang sejak remaja memang dikenal kritis membuka obrolan tidak biasa di sebuah reuni terbatas.

“Semua lengkap. Ada intrik, kepentingan, harga diri, semangat, harapan, janji, bukti, pengabaian, komplit!”

Politik tidak bisa dibantah, memang selalu memikat untuk dibicarakan. Sayangnya sebagian besar, terutama wanita, justru banyak yang telanjur apriori. “Politik itu busuk.”

“Percuma milih! Nyoblos nggak nyoblos, siapa pun yang menang, nggak pengaruh.” Bisa jadi. Tapi, benarkah demikian? Sungguhkah golput lebih baik dari pada memilih?

Kenyataannya politik mengubah kehidupan kita secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar. Kenapa harga-harga mahal?

Kenapa lokasi mushala di ruang publik banyak yang diletakkan di tempat yang sulit dijangkau dengan bangunan seadanya, kadang di bawah tangga, pengap dan tidak memiliki pendingin ruangan? Meski negara ini mayoritas warganya Muslim.

Mengapa banyak instansi, lembaga atau perusahaan yang masih melarang jilbab? Mengapa koruptor terus merajalela? Mengapa narkoba dan rokok masih tersebar luas?

Kalau ada respons atas semua pertanyaan itu, maka jawabannya adalah politik. Semua terjadi karena kebijakan atau pemegang kebijakan.

Politik memang kadang busuk, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan dengan baik. Rasulullah membuktikan bahwa politik bisa dijalankan dengan akhlak yang tinggi. Politik seharusnya menjadi perhatian utama baik bagi pria maupun wanita, terutama untuk seorang Muslim.

Berpolitik itu wajib, karena setiap langkah dan kesejahteraan terpengaruh banyak oleh keputusan politik.

Pilkada serentak 2017 masih menyisakan putaran kedua di Jakarta. Kaum Muslimin masih punya kesempatan untuk menentukan arah kebijakan dengan memilih kandidat masa depan yang tentu saja amanah, bisa bekerja, dan memerhatikan kesejahteraan umat.

********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY