Agus Pakpahan,
Ekonom Kelembagaan
Garut News ( Kamis, 13/03 – 2014 ).
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), yang berkantor pusat di Paris, sedang mempersiapkan proyek besar menyongsong dunia tahun 2030.
Proyek tersebut dinamakan “The Future of The Ocean Economy Project: Exploring the Prospect for Emerging Ocean Industries to 2030”.
Secara garis besar, proyek ini memetakan masalah, potensi, peluang, kendala, dan tantangan pemanfaatan sumber daya kelautan, khususnya yang berdimensi pemanfaatan baru atau yang bersifat tidak konvensional, seperti offshore wind, offshore oil & gas, energi laut, kehidupan laut, budaya air, sea-bad mining, pemantauan laut, serta aktivitas terkait dengan wisata laut.
Indonesia, sebagai mitra kunci OECD bersama dengan Brasil, India, RRC, dan Afrika Selatan, sangat penting berpartisipasi dalam kegiatan di atas, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dunia.
Dengan jumlah penduduknya yang akan mencapai 400 juta jiwa pada 2050, dapat diperkirakan bahwa sumber daya alam daratan kita sudah sangat langka.
Dewasa ini saja, pertanian Indonesia sudah dicirikan oleh struktur pertanian yang didominasi petani gurem, apalagi pada masa mendatang.
Pengalaman membangun industri berbasis lahan darat hingga sekarang menunjukkan industri kita masih belum berkembang.
Kita akan mengalami desakan kelangkaan sumber daya yang sangat nyata apabila kita tidak segera bisa dan kuat memanfaatkan sumber daya kelautan.
Beruntung, masyarakat dunia telah memberikan hak, kewajiban, dan tanggung jawab kepada Indonesia selaku negara kepulauan berdasarkan The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).
Dengan masuknya Zona Ekonomi Eksklusif berupa wilayah laut dan pulau-pulau di dalamnya, luas wilayah laut dalam yurisdiksi Indonesia menjadi lebih dari tiga kali luas daratannya.
Peningkatan skala luasan wilayah ini mengandung potensi ekonomi yang sangat besar.
Sebagaimana telah diutarakan, OECD akan mengkaji secara mendalam hal-hal apa yang strategis yang tersedia dalam sumber daya laut untuk dimanfaatkan sebagai sumber baru ketahanan pangan masa depan, sumber energi baru, sumber ilmu pengetahuan baru, sumber pertumbuhan ekonomi baru, dan hal penting lainnya bagi kehidupan dunia pada masa yang akan datang.
Indonesia dengan potensi sumber daya kelautannya yang sangat besar, berada di wilayah persimpangan dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) serta berada di sepanjang garis khatulistiwa dengan penduduknya keempat terbesar dunia, mestinya menjadi partisipan yang sangat aktif kalau tidak bisa menjadi bagian dari penentu studi kelautan masa depan di OECD.
Warisan sejarah kita dalam bidang kelautan ini sangat besar, mengingat Indonesia sebagai negara kelautan terbesar dunia juga tak terlepas dari inisiatif Indonesia yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, yaitu Djuanda Kartawidjaja.
Deklarasi tersebut menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia, menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Apabila pada era Presiden Soekarno dengan Perdana Menteri Djuanda bisa melahirkan Indonesia “baru” dengan tambahan kekuasaan atas wilayah laut yang sebelumnya menjadi bagian wilayah internasional kemudian menjadi wilayah NKRI, Presiden Indonesia 2014-2019 dan Presiden Indonesia selanjutnya mesti memiliki visi dan misi yang jauh lebih operasional lagi, mengingat laut dengan segala isinya itu tinggal satu-satunya penyelamat NKRI, baik secara ekonomi maupun secara dimensi pembangunan lainnya.
Salah satu persiapannya adalah mencoba mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari inisiatif OECD sebagaimana disampaikan di atas.
Kita bisa mengharapkan Pasca-Deklarasi Djuanda yang sudah menjadi NKRI diakui dunia sebagai negara kelautan.
Pada masa mendatang, kita mengharapkan negara ini mengisi pembangunannya dengan paham wawasan Nusantara yang mengakar pada paham negara kelautan yang sebenarnya.
Tataplah laut sebagai harapan hari depan, pergilah ke dalamnya, jadikanlah lautan sebagai sumber sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
******
Kolom/Artikel Tempo.co