Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA/Garut News ( Senin, 09/01 – 2017 )
— Sudah lima tahun terakhir Wildan Baraba (25 tahun) tidak mengakses tayangan televisi nasional. Program televisi, baik yang bersifat hiburan maupun informasi tak mampu menarik hatinya untuk menekan tombol remote. Tayangan telvisi yang sudah seragam dari segi ide dan kontennya menjadi alasan di balik sikap abai Wildan.
Sebagai alumnus Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP) Jakarta bidang ilmu jurnalistik, Wildan mengaku memang sempat memperhatikan beberapa tayangan televisi yang bersifat hiburan. Tayangan-tayangan tersebut dinilai belum menampilkan sisi keautentikan ide atau gagasan dari acara terkait.
Rata-rata tayangan hiburan yang ditampilkan televisi nasional, kata dia, cukup mirip dengan acara hiburan atau tayangan televisi di Amerika Serikat. “Seperti acara talk show/ /dan hiburan, saya melihat memang sangat mirip dengan acara-acara televisi luar (negeri). Dan ini seragam di Indonesia. Jadi saya tidak menemukan keautentikan acara yang benar-benar merepresentasikan Indonesia,” ujar Wildan kepada Republika, belum lama ini.
Keseragaman tersebut yang akhirnya membuat Wildan cenderung malas menyaksikan tayangan hiburan di televisi. “Karena acara hiburan di sini, seperti yang tadi saya bilang, seragam. Jadi mau cari di saluran mana pun, gaya acaranya (hiburan) akan tetap sama atau persis,” tambah dia.
Wildan pun mengaku cukup kecewa dengan konten pemberitaan beberapa televisi swasta di Indonesia. Dia berpendapat, saat ini stasiun televisi dikuasai oleh segelintir konglomerat saja. Bahkan, ada satu konglomerat, ucapnya, yang menguasai empat stasiun televisi.
Baginya, fenomena tersebut cukup mengkhawatirkan. “Karena yang terjadi televisi ini justru hanya memperagakan praktik-praktik kehumasan saja dalam hal pemberitaan. Mereka mengakomodasi setiap kepentingan pemiliknya. Jadi, menurut saya, jurnalisme, khusus di televisi Indonesia, memang sedang sekarat,” ungkap Wildan.
*********
Republika.co.id