Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 07/02 – 2017 ).
Verifikasi media yang dilakukan Dewan Pers bisa disebut sebagai tindakan gegabah. Bukan saja lantaran Dewan Pers tidak tepat melakukan verifikasi itu, tapi hasil verifikasi tersebut menimbulkan pertanyaan besar: media yang dinyatakan lulus ternyata kualitasnya meragukan.
Dewan Pers terkesan terburu-buru ketika pekan lalu mengumumkan 74 media yang lulus verifikasi. Yang mencengangkan, Dewan seperti menabrak aturan dengan menyatakan tak akan bertanggung jawab dan tidak memberi bantuan terhadap media yang namanya tak tercantum dalam daftar verifikasi.
Patut diduga ketergesa-gesaan ini berkaitan dengan rencana Dewan mengumumkan media yang lolos verifikasi itu pada Hari Pers Nasional, 9 Februari ini, di Ambon. Maklumlah, Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir dalam acara itu.
Untunglah Dewan Pers kemudian “meralat” pengumuman tersebut setelah Serikat Perusahaan Pers (SPS) organisasi penerbit media mempertanyakan verifikasi tersebut. Dewan Pers menyatakan akan ada verifikasi susulan setelah 74 perusahaan pers tadi. Dewan Pers dan SPS sepakat melanjutkan program verifikasi perusahaan pers cetak yang selama ini dilakukan kedua belah pihak.
Sebaiknya verifikasi perusahaan pers dikembalikan menjadi tugas SPS yang diberi mandat Dewan Pers pada 2015. Sebagai lembaga pelaksana verifikasi, tugas SPS mendata perusahaan pers yang sudah layak untuk masuk kriteria lulus verifikasi.
Ada 17 syarat yang mesti dipenuhi perusahaan pers untuk lolos verifikasi, antara lain berbadan hukum, memiliki modal tertentu, dan memiliki serikat pekerja. Sebagai organisasi penerbit, SPS-lah yang semestinya paling tahu kondisi sebuah perusahaan pers.
Tujuan verifikasi itu baik. Perusahaan pers mestilah dibangun secara profesional dengan tetap menjaga idealismenya. Jika media dibuat untuk tujuan tertentu misalnya demi memenangkan seorang calon kepala daerah tentu pers semacam ini tidak akan lolos verifikasi lantaran tak punya kontinuitas terbit.
Masih banyak pers yang memang tidak layak lolos verifikasi, dengan berbagai kelemahannya. Di Indonesia, sedikitnya kini ada sekitar 500 media cetak, belum termasuk media online yang jumahnya ribuan.
Mesti diakui bahwa SPS bisa disebut lambat melaksanakan mandat yang diberikan Dewan Pers. Tapi langkah Dewan Pers mengambil alih verifikasi tersebut jelas merupakan tindakan yang salah. Seharusnya Dewan Pers tetap berpegang pada mandat yang diberikan ke SPS setahun lalu.
SPS yang melakukan verifikasi, Dewan Pers cukup bekerja memeriksa kasus-kasus atas karya jurnalistik terlepas dari media itu sudah diverifikasi atau belum. Sudah benar pula verifikasi memakai konsep proaktif. Perusahaan pers yang merasa siap diverifikasi bisa mendaftar untuk diverifikasi.
SPS nanti yang turun ke lapangan untuk mengecek apakah perusahaan itu memenuhi syarat untuk lolos verifikasi atau tidak.
Semangat Dewan Pers memikirkan masa depan pers Indonesia patut diberi apresiasi. Tapi kelewat bersemangat bisa membuat Dewan Pers justru berpeluang melanggar tugas terpentingnya: menjaga kebebasan pers.
*********
Opini Tempo.co