Garut News ( Sabtu, 11/01 – 2014 ).
Kemampuan Jokowi mengatasi persoalan sosial diuji lagi.
Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota ini mesti membereskan urusan Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dipersiapkan depo mass rapid transit.
Tertundanya penataan Lebak Bulus jelas menghambat proyek MRT, amat diandalkan mengatasi kemacetan lalu lintas.
Problem muncul lantaran bus-bus lintas provinsi masih berkeberatan dipindahkan ke terminal lain, seperti Kampung Rambutan, Kalideres, dan Pulogadung.
Perlawanan juga datang dari para pedagang, penjual tiket, dan sopir angkutan kota merasa dirugikan.
Mereka sempat berdemo sehingga Jokowi sementara menunda penutupan Terminal Lebak Bulus.
Popularitas Jokowi semakin melejit sebagai calon presiden-sekalipun belum diusung resmi PDI Perjuangan-bisa memudahkan upaya mengatasi urusan konkret seperti kasus Lebak Bulus.
Orang juga mengenal rekam jejaknya amat peduli terhadap kepentingan masyarakat bawah.
Tetapi hal itu bisa pula berakibat sebaliknya: justru menyulitkan penyelesaian masalah.
Kalangan dirugikan perubahan di Terminal Lebak Bulus akan menaikkan daya tawar jika mereka paham urusan seperti itu, menjadi pertaruhan bagi reputasi Jokowi.
Itu sebabnya, Jokowi tetap kudu berhati-hati.
Pemerintah DKI Jakarta perlu mencari solusi memuaskan bagi pihak dirugikan penataan Terminal Lebak Bulus.
Urusan tampak kecil ini bisa memicu persoalan lebih besar apabila tak ditangani bijak.
Ia kudu memastikan para pejabat DKI melakukan sosialisasi, dan pendekatan maksimal terhadap operator bus, dan pedagang masih menentang.
Penataan Terminal Lebak Bulus amat penting memuluskan pembangunan proyek MRT.
Pembenahan ini mesti dilakukan sebelum pengerjaan koridor MRT tahap I, membentang dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia.
Panjang koridor I ini 15,7 kilometer, dan ditargetkan selesai pada 2016.
Diharapkan, proyek MRT ini menjadi solusi bagi kemacetan kronis di Jakarta.
Kemacetan lalu lintas selama ini tak hanya menyiksa penduduk Jakarta, tetapi juga menimbulkan kerugian besar secara sosial, dan ekonomi.
Dengan kata lain, proyek MRT jelas menyangkut kepentingan lebih besar.
Para operator bus jarak jauh, sopir, dan pedagang di Lebak Bulus semestinya rela berkorban.
Namun argumen seperti ini bisa tak mempan meluluhkan para pemrotes.
Mereka tetap perlu didengarkan keinginannya agar tak menimbulkan kisruh berkepanjangan.
Jokowi, terbiasa menyelesaikan masalah pedagang kaki lima, permukiman liar, hingga pembebasan lahan untuk jalan tol, semestinya tak kehabisan kiat mengatasi masalah di Lebak Bulus.
Ia juga dituntut bersikap tegas menyelesaikan kisruh ini tanpa kudu mengorbankan reputasinya sebagai pembela kepentingan rakyat kecil.
***** Opini/Tempo.co