Disadur Oleh : Hj. Siti Rokayah
“Setiap yang berjiwa akan mati. kemudian kepada Kami, kamu sekalian dikembalikan”
Garut News ( Jum’at, 03/01-2014 ).
Hukum merawat jenazah wajib kifayah, “Cukup dikerjakan sekelompok masyarakat, apabila tiada merawat, seluruh masyarakat dituntut di hadapan Allah dan berdosa, sedangkan bagi mengerjakannya, mendapat kebaikan pahala dihadirat Allah”.
Sangat diutamakan merawat jenazah keluarga terdekat, ayah/ibunya, suami/istrinya, putra/putrinya, kakak/adiknya, dan seterusnya masih terdapat hubungan kerabat keluarga, atawa muhrim.
Namum sebaiknya sesama jenis, jenazah pria oleh pria, sedangkan wanita oleh wanita, kecuali suami/istri serta ayah/ibunya.
Sedangkan kakak/adik dan para putra lain jenis, cukup membatu keperluan menjaga martabat mayat dalam rahasia auratnya.
Adapun penyelenggara pemakaman, khusus hanya oleh kaum pria, demikian pula lebih diutamakan malam harinya tiada junub, lebih-lebih mengerjakan pemakaman di kuburan.
Dalam penyelenggaraan perawatan jenazah, hendaknya segera dan sederhana, tak berlebihan, baik bahan perlengkapan, demikian pula tata caranya.
Merawat jenazah kudu sesegera mungkin, dalam artian tak ada keharusan menanti berkumpul seluruh kerabat keluarganya.
Jika secepatnya bisa tersedia perlengkapan cukup sepantasnya, segeralah dimakamkan.
Berdasar hadits :
ثَلاَثٌ يَا عَلِىُّ لاَ يُؤَخَرُوْنَ الصّلاَةُ إذَا أَتَتْ وَالْجَنَازَةُ إذَا حَضَرَتْ وَاْلاَ يِمُّ إذَا وَجَدَتْ كَــفُــؤًا الحدث
“Tiga hal, hai Ali, jangan ditunda, dilarang dipertangguhkannya shalat bila datang waktunya, jenazah bila telah nyata kematiannya dan wanita tiada bersuami, bila telah menemukan jodohnya”
اَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ فَاِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَرَّبْتُمُوْهَا اِلَى الْخَـيْرِ وَإنْ كَانَتْ غَيْرَ ذَلِكَ فَشَّرٌ تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقاَبِكُمْ رواه
“Percepatkanlah penyelenggaraan jenazah bila seorang baik, perdekatkanlah kebaikannya dan bila tidak demikian, maka kamu akan lepas kejelekannya tersebut dari bebanmu”
Pendahuluan dalam penyelenggaraan perawatan jenazah.
Apabilai telah terang, nyata jelas ajalnya seseorang, maka segerakan perawatannya.
Perlakuan langsung terhadap si mayat dipejamkan matanya, dilemaskan terutama tangan dan kakinya diluruskan, dikatupkan mulutnya dengan mengikatkan kain, melingkar dagu, pelipis sampai ubun-ubunnya.
Diletakkan kedua tangannya (sedakep) diatas dada, jika perlu diikat sekedarnya.
Diutamakan diterlentangkan membujur menghadap kiblat dengan kepala disebelah kanan kiblat (untuk Indonesia berarti di sebelah utara), ditutup muka wajahnya, serta seluruh tubuh badannya.
Demikian pula kita bersama terutama keluarga dekat/ahli warisnya melakukan, mengucapkan kalimat tarji’ untuk tujuan istirjaa’ (pasrah dengan ikhlas) ingat bahwa kita bersama akhirnya juga akan mengalami kematian.
“Sesungguhnya kita sekalian adalah milik Allah dan akan kembali kepadaNya” (QS. Al-Baqarah : 156).
Kemudian mendoakannya :
اَللّهُــــمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ (الحدث)
“Semoga Allah mengampuni, melimpahkan kasih sayangnya, memaafkan serta memuliakannya”
Menyebarluaskan berita kematiannya pada keluarga/ahli waris, kerabat, dan masyarakat lingkungan.
Memersiapkan keperluan/perlengkapan perawatan mayat/jenazah, keluarga, terutama ahli waris, segera menyelesaikan hak insani/ada, utang piutang atawa mengambil alih tanggung jawab hingga baik yang telah wafat.
Tiada lagi memiliki kewajiban/penyelesaian hak insani, kecuali hanya memertanggungjawabkan amal pribadinya, hal tersebut peralihan tanggung jawab hak insani, dinyatakan pada masyarakat luas.
Kewajiban Bersama/Kifayah
Wajib penyelesaian empat hak/kewajiban pada jenazah, hak bagi si jenazah kewajiban (kifayah) bagi kita masih hidup.
Menyucikan/memandikan jenazah, Mengafani – menutup/membungkus seluruh tubuhnya dengan kain bersih, diutamakan putih, secara tertib dan baik.
Mensyalatkannya, untuk menyampaikan permohonan doa bersama pada Allah SWT bagi seorang telah wafat.
Menguburkannya/memakamkan di dalam liang lahat, rapat dan cukup dalam.
Perlu diterangkan disini, pembahasan mengenai tuntunan merawat jenazah ini sepanjang rawatan dalam keadaan biasa atau normal, sebab ada tuntunan khusus bagi rawatan jenazah dalam keadaan tak biasa (dharurat).
Di antaranya jenazah orang gugur syahid pada peperangan membela agama Allah, tak perlu disucikan/dimandikan, dan tak pula dishalatkan, hanya cukup dikafani dengan pakain melekat.
Orang meninggal dalam perjalanan laut, tak perlu dibawa kedarat dimakamkan, terutama jika mencapai daratan memerlukan waktu lama sehingga pemakaman tertunda.
Pengganti pemakaman bisa dilakukan dengan memasukkan jenazah ke dalam laut, serta diberi pemberat.
Orang wafat sewaktu berpakaian ihram, lantaran melaksanakan haji/umrah, maka kain kafan cukup pakaian ihramnya, dan tak boleh diberi pengharum sebagaimana jenazah biasa.
(bersambung)
********
Editor : SB/Jdh.