Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Senin, 15/08 – 2016 ).

Taman Satwa Cikembulan Kadungora di Kabupaten Garut, Jawa Barat, dinilai memenuhi seluruh tiga pilar eko wisata.
Terdiri ekologi, ekonomi, serta pilar sosial budaya dengan antara lain berbasiskan konservasi ragam satwa langka, yang dilindungi Undang-undang RI.
Demikian di antaranya konklusi perbincangan Garut News dengan kalangan mahasiswa”Institut Pertanian Bogor” (IPB), yang menyelenggarakan praktek pengelolaan eko wisata pada 1 -18 Agustus 2016 di lembaga konservasi tersebut.

Mereka terdiri empat mahasiswa “Diploma Tiga” (D3) Program Studi/Jurusan Eko Wisata, masing-masing Nadya Dwi Affiani, Windi Anggun Pratiwi, Lucky Dwi Feryanto, serta Mochamad Rifandi.
Affiani bersama ketiga rekannya katakan, bahkan selama ini eksistensi Taman Wisata Cikembulan dengan beragam vegetasi dimilikinya, juga sangat berpotensi menjadi daya dukung pada kondisi lingkungan sekitarnya.
Kemudian pada pemenuhan pilar ekonomi, berupa multiplier effects menyusul keberadaan taman satwa itu, bisa memacu timbulnya kegiatan lain.
Atawa memiliki andil menggerakkan industri-industri lain sebagai pendukungnya. Lantaran komponen utama dimilikinya yakni daya tarik wisata berupa destinasi wisata, perhotelan, restoran dan transportasi lokal.

Dengan komponen pendukung lainnya, mencakup industri-industri bidang transportasi, makanan dan minuman, perbankan, atau malahan manufaktur, dapat dipacu dari industri pariwisata ini.
Sehingga “United nations World Tourism Organization” menyebutkan, Sekarang volume bisnis pariwisata setara, atau bahkan melampaui volume ekspor minyak, produksi makanan, atau mobil.
Sedangkan pilar sosial budaya yang selama ini pun dimiliki Taman Satwa Cikembulan, antara lain terjalinnya hubungan peran serta masyarakat sekitarnya, termasuk keterlibatan penduduk sebagai pekerja pengelola.
Masih menurut keempat mahasiswa tersebut, sebagai lembaga konservasi antara lain ditunjukan pada kemasan sarana kandang orangutan beserta wahana pendukungnya, dinilai berkondisi sesuai dengan habitatnya.

“Jika ingin menyelamatkan orangutan, selamatkan dulu hutan/habitatnya. Sebab orangutan, satwa langka yang sangat bergantung pada hutan,” imbuh Direktur Lembaga Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Panut Hadisiswoyo.
Dikemukakan pula Windi Anggun Pratiwi juga ketiga rekannya, indikator tingkat kepuasan pengunjung meliputi “sangat tidak puas, tidak puas, biasa saja, agak puas, serta puas”.
Berdasar quisioner yang mereka tebar, tingkat kepuasan pengunjung taman satwa satu-satunya di Provinsi Jawa Barat itu, bertengger pada opini “agak puas”.

Karena itu, masih perlu semakin dimaksimalkannya pemanfaatan seluruh “sumber daya” yang selama ini dimiliki taman satwa ini, sebab selama ini pun didukung panorama alami sangat memesona.
Kalangan mahasiswa pun, bakal mecoba menyaukan konsepsi formula paket wisata secara detail dengan sejumlah “interpretasi”, di antaranya terdapatnya lomba memancing, juga lomba fotografer.
Formula tersebut, dipastikan diawali kajian menyeluruh berbasis data, dan bukti, kemudian merumuskan kebijakan dengan kajian mendalam tentang arah dan strateginya ke depan.
Termasuk ketersediaan kelengkapan informasi pada brosur, serta pemandu wisata yang bisa mempresentasikan karakter setiap seluruh spicies koleksi taman satwa.
Jika perlu mendatangkan akhlinya menyelenggarakan diklat pemandu.

Meski Nadya berobsesi menjadi perencana, Anggun bisa menjelajah, juga Lucky dan Rifandi berobsesi bisa mengelola potensi wisata yang masih belum tergali.
Namun mereka juga memiliki “Asa” menggali serta mengelola sendiri industri pariwisata, sehingga belajar dan terus belajar, temasuk belajar mengantisipasi pelbagai dampak tak elok dari perkembangan industri pariowisata, katanya kepada Garut News, Senin (15/08-2016).
- Semoga –
******