Ahad , 04 June 2017, 12:59 WIB
Red: Agung Sasongko
Oleh: Dr Hasan Basri Tanjung
REPUBLIKA.CO,ID, JAKARTA — Bisakah kita mencontoh cara dan adab puasa Rasulullah SAW? Tentu saja bisa, karena Beliau SAW adalah teladan bagi umatnya (QS [33]:21). Tinggal, sejauhmana bisa menirunya, dan di situlah letak perbedaan kualitas setiap orang.
Ibadah puasa diwajibkan Allah SWT kepada orang beriman dengan role model-nya Nabi SAW (QS [2]:183). Nah, saatnya dicek ulang, apakah puasa kita sesuai sunah Nabi SAW? Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menyebutkan adab puasa Nabi SAW.
Pertama, bersahur sekadarnya. Nabi SAW selalu bersahur walaupun seteguk air. Bersahurlah kalian, karena makan sahur itu berkah. (HR Muttafaq alaih). Beliau berniat sejak malam hari dan bersahur, lalu banyak beristighfar (QS [3]:17). Jadi, kelirulah jika banyak makan sahur agar esok hari tidak lapar dan haus. Beliau SAW juga mengakhirkan sahur hingga menjelang Shubuh. Waktu saya kecil, sahur itu setelah tengah malam dan tidur lagi. Selain tidur seusai sahur tidak baik, juga shalat Shubuh bisa kesiangan.
Kedua, berbenah sepanjang hari. Puasa bukan hanya menahan diri dari yang membatalkan, seperti makan, minum, dan seks. Melainkan juga dari yang menodai puasa, seperti berkata jorok, dusta, marah, menipu, dan zalim (HR Ibnu Hibban). Nabi SAW menjaga diri dari kata dan laku yang meremehkan orang. Jika ada yang mengusik, beliau ajarkan kita berkata, inni shaaim (aku sedang puasa). Sejujurnya, kita bisa menjaga dari yang membatalkan, tetapi sering kali gagal mengendalikan diri dari yang menodainya.
Ketiga, beraktivitas seperti biasa. Boleh jadi kita salah kaprah. Ketika puasa mengurangi produktivitas kerja. Puasa dianggap beban yang melemahkan. Tidur sebagai ibadah dijadikan dalil dan dalih sekaligus. Nabi SAW mengajarkan puasa itu menguatkan jiwa seorang Mukmin. Bukankah sebagian besar perang yang dipimpinnya seperti perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan? Beliau dan sahabatnya tetap berpuasa hingga ada yang gugur syahid dalam pertempuran.
Keempat, berbuka tetap terkendali. Kita mampu menahan dari makan dan minum pada siang hari, tetapi sering tidak terkendali saat berbuka. Segala macam menu dihabiskan sampai kekenyangan. Kita berbuka seperti balas dendam atas rasa lapar dan haus seharian. Badan pun terasa berat dan mata mengantuk saat menjalankan shalat.
Sejujurnya, kita belum mampu mencontoh Nabi SAW yang hanya berbuka dengan beberapa buah kurma atau segelas air, lalu berdiri shalat Maghrib (HR Abu Daud).
Kelima, terjaga pada malam hari. Nabi SAW menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah. Shalat malam yang lama, baik di masjid maupun di rumah bersama keluarga. Terutama pada pengujung malam, lailatul qadar akan turun. Beliau lebih giat iktikaf, tilawah Alquran, zikir, dan istighfar. Sementara kita semakin sedikit beribadah, tetapi banyak berdesakan di mal atau pasar. Sibuk menyambut Lebaran dengan pakaian baru dan lupa, Ramadhan akan segera berlalu. Allahu a’lam bish-shawab.
********
Republika.co.id