SENIN, 31 JULI 2017 | 01:06 WIB
Fotografer : John Doddy Hidayat.
Lima ratus Kamis sudah Sumarsih dan para aktivis menuntut penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia. Tuntutan bertahun-tahun itu tak kunjung terjawab, bahkan hingga rezim berganti ke pemerintah Joko Widodo.
Ketika mulai menjabat presiden pada Oktober 2014, Jokowi berjanji menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia berat. Saban tahun janji itu ia lontarkan. Pada Januari 2016, dia menyatakan semua kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lalu akan dituntaskan pada tahun itu. Dia menyebutkan bahwa kasus yang membebani pemerintah itu akan dituntaskan satu demi satu.
Sumarsih, yang kehilangan putranya dalam tragedi Semanggi pada 1998, terus menagih dan mengingatkan. Ia bersama para aktivis selalu mengenakan busana dan payung hitam setiap Kamis. Aksi pada Kamis pekan lalu adalah yang ke-500. Sudah sepatutnya pemerintah mendengarkan tuntutan mereka.
Setidaknya ada delapan kasus besar yang semestinya menjadi prioritas untuk diselesaikan. Di antaranya adalah dua peristiwa Semanggi pada 1998 dan pembunuhan Munir pada 2004. Juga kasus penculikan aktivis pro-demokrasi sepanjang 1997-1998, menjelang kejatuhan rezim Soeharto.
Upaya penyelesaian pelbagai kasus itu tak pernah tuntas. Pengadilan yang digelar hanyalah formalitas, tidak mampu menunjuk otak di balik kejahatan-kejahatan tersebut. Penyelidikan pembunuhan Munir, misalnya, hanya bisa menjerat pelaku di lapangan dan belum menjangkau pengatur utamanya. Padahal berbagai bukti menunjukkan keterlibatan lembaga intelijen pada saat itu.
Harapan agar kasus-kasus itu terselesaikan ternyata tak mudah dipenuhi, bahkan setelah Jokowi, yang didukung banyak aktivis demokrasi, memenangi pemilihan presiden pada 2014. Apalagi setelah kini ia merangkul sejumlah tokoh yang diduga terlibat dalam aneka perkara itu ke dalam lingkaran kekuasaannya.
Sudah saatnya mendengarkan dan memperhatikan tuntutan Sumarsih serta keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Setelah Kamis ke-500 mereka menuntut, Presiden Jokowi semestinya lebih kuat berusaha menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Seperti Sumarsih, publik tak akan lelah menagih janji itu.
**********
Opini Tempo.co