Red: Maman Sudiaman
Oleh : Asma Nadia
REPUBLIKA.CO.ID, Belum pernah sepengetahuan saya, kunjungan kepala negara dipersiapkan begitu matang dan megah sebagaimana Raja Salman dari Saudi Arabia.
Sebanyak 1.500 anggota rombongan ikut mengiringi. Tersedia 20 pesawat mengantar logistik dan personel, tujuh di antaranya pesawat mewah milik kerajaan. Turut 25 pangeran dan 10 menteri mendampingi pemimpin berusia 81 tahun ini.
Lebih dari 10 ribu aparat disiapkan untuk mengamankan Sang Pelayan Haramain, 200 mobil mewah, 10 hotel di Jakarta dan Bali di-booking penuh, lift dan eskalator dihadirkan khusus agar sang raja—karena alasan kesehatan—tidak perlu naik turun tangga. Di Bali, helipad dan rumah sakit disediakan secara eksklusif untuk menghadapi kemungkinan terburuk.
Sambutan masyarakat juga luar biasa, sekalipun akses terbatas serta diguyur hujan. Gambar raja beserta para pangeran viral di kalangan netizen. Media cetak maupun elektronik menjadikannya sebagai headline dan breaking news.
Pejabat turut antusias menyambut. Presiden Jokowi menemani dalam berbagai kesempatan. Anggota DPR bahkan di masa reses memenuhi kursi ruang sidang dan berlomba-lomba melakukan self potrait.
Lalu, apa yang membuat penyambutan begitu gempar?
Kunjungan sang raja membuka sejarah, pengalaman baru, juga peluang bagi bangsa Indonesia. Di bidang keagamaan, keran kuota haji bertambah lebih dari 50 ribu jamaah dibanding tahun lalu. Jika kedekatan terjaga, bukan mustahil bisa meminta kuota negara lain yang tak terpakai.
Di bidang ekonomi dan kesejahteraan, tentu saja diharapkan terjadi lompatan besar investasi Saudi Arabia.
Setidaknya ada 11 MoU ditandatangani. Sebelum kunjungan ini, nilai investasi negara petro dollar tersebut hanya mencapai USD 900 ribu atau sekitar 12 miliar saja, menempatkan mereka sebagai investor di urutan ke-57.
Kini, diperkirakan uang sejumlah Rp 150 miliar digunakan kerajaan Saudi hanya untuk kedatangan ke Indonesia, belum termasuk belanja. Biaya lawatan ini jauh lebih banyak dari investasi tahun lalu. Jadi tidak berlebihan jika berharap kucuran investasi meningkat signifikan.
Selama ini Arab Saudi lebih memilih investasi dengan lembaga keuangan global. Bahkan sebuah badan keuangan di Jepang mengelola keuangan Negeri Minyak ini senilai 40 miliar (Rp 543 tiliun).
Setidaknya dengan kesepakatan pendanaan kerja sama sebesar USD 7 miliar (Rp 93 triliun), kalau terealisasi, membuka peluang sangat besar, karena KSA mulai berinvestasi di sektor riil dan memilih Indonesia sebagai salah satu mitranya.
Lebih menarik lagi, investasi mereka tidak diembel-embeli dengan kewajiban warga negara investor ikut dalam proyek seperti Cina, atau kewajiban melibatkan perusahaan asal negara investor seperti Cina atau Jepang.
Bukan mustahil investasi senilai USD 25 miliar (Rp 334 triliun) yang sempat diharapkan bisa masuk, jika Indonesia mampu membuktikan diri sebagai partner yang menguntungkan. Kepribadian sang raja yang mengagumkan juga menjadi alasan ia disambut penuh sukacita.
Sebagai seorang yang memiliki aset pribadi mencapai USD 18 miliar (Rp 240 triliun), dengan mudah beliau mendermakan kekayaan untuk kemaslahatan umat. Termasuk ketika secara pribadi menyumbang 71 miliar rupiah bagi para pengungsi Suriah, sembari mengajak segenap masyarakat di negerinya ikut berdonasi.
Ia aktif menjaga peninggalan budaya Islam. Di tangannya, sebuah perpustakaan yang berupaya melindungi warisan Islam, berhasil mengkoleksi satu juta lima ratus literasi termasuk manuskrip kuno. Sang raja juga mempunyai pengaruh yang mampu menggegerkan dunia.
Ingat, jika Saudi menghentikan produksi minyak, dunia akan tergoncang. Raja Faisal yang berkunjung ke Indonesia 47 tahun lalu sudah membuktikannya.
Akan tetapi, jika ada satu hal yang paling mengesankan bagi saya adalah ketika beliau menyambangi Istiqlal.
Dengan segala kekayaannya, dengan segala kekuasaannya.
Raja yang hafidz Qur’an sejak usia 10 tahun–secara rendah hati rutin mengulang hafalannya di depan para ulama, pun tidak keberatan dikoreksi jika terlupa— bertandang ke masjid dan menujukkan pada dunia, dia bukan siapa-siapa.
Ia bersujud di hadapan Allah, berserah dan merendahkan diri. Seolah ingin mengatakan: Saya mungkin kaya dan berkuasa, tapi di mata Allah saya hanya hamba yang kecil. Semangat itu setidaknya menular pada pejabat Indonesia yang turut sholat, dan menunjukkan bahwa Allah-lah yang Maha Kuasa. Semoga terus melekat di hati.
Seorang mualaf, mantan pekerja di Saudi bercerita tentang alasannya masuk Islam.
Ia menyaksikan seorang raja Arab Saudi yang meninggal, dibungkus kain kafan dan dikuburkan apa adanya.
“Bukankah itu jenazah raja yang sangat kaya dan berkuasa?” tanyanya nyaris tak percaya.
“Ya,” kata masyarakat setempat. “Tapi di hadapan Allah, setiap orang harus diperlakukan sama seperti manusia lainnya.”
Peristiwa itu menyentuh hati dan membuatnya masuk Islam. Kehadiran Raja Salman telah memberikan banyak hal dan pembelajaran, bahkan sebelum investasi yang direncanakan benar-benar terlaksana.
Selamat datang, Sahabat.
Semoga Allah mengaruniakan kesehatan dan kesejahteraan.
Semoga investasi bisa terealisasi dan tercipta keakraban antara negara Indonesia-Saudi, sebagaimana layaknya sesama saudara seiman.
**********
Republika.co.id