Sabtu , 08 July 2017, 11:30 WIB
Rep: Fira Nursya’bani/ Red: Ani Nursalikah
REPUBLIKA.CO.ID, Pada 8 Juli 632, Nabi Muhammad SAW meninggal dunia di Madinah, Arab Saudi. Muhammad yang merupakan pemimpin umat Islam dan pemimpin politik paling berpengaruh di dunia ini meninggal dipelukan istri ketiganya, Siti Aisyah.
Muhammad pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT pada 610, di sebuah gua di Gunung Hira, Makkah melalui malaikat Jibril. Wahyu-wahyu yang diterimanya kemudian dikumpulkan menjadi kitab suci Alquran yang menjadi pedoman hidup umat Islam.
Muhammad merupakan nabi terakhir dan penyempurna tradisi Yahudi-Kristen, yang mengadopsi teologi agama-agama yang lebih tua itu sambil memperkenalkan doktrin baru, yaitu Islam. Ajarannya juga membawa persatuan bagi suku Baduy di Arab.
Pada musim panas 622, Muhammad hijrah ke Madinah, sejauh sekitar 200 mil sebelah utara Makkah, tempat ia diberi kekuatan politik yang cukup besar. Di Madinah, dia membangun sebuah model pemerintahan teokratis dan mengelola sebuah kerajaan yang berkembang dengan sangat pesat.
Dilansir dari History, setelah wafat, Muhammad diakui sebagai pemimpin yang sangat sukses di seluruh Arab selatan hingga aktif di Kekaisaran Timur, Persia, dan Ethiopia. Setelah itu, kerajaan Islam menjadi kerajaan terbesar yang pernah ada di dunia, yang terbentang dari India ke Timur Tengah dan Afrika Utara serta sampai ke semenanjung Iberia di Eropa Barat.
Penyebaran Islam berlanjut setelah berakhirnya penaklukan di Arab, dan banyak agama di Afrika dan Asia mengadopsi agama tersebut. Saat ini, Islam adalah agama terbesar kedua di dunia.
Israel Serang Kapal AS USS Liberty
Dalam Perang Enam Hari antara Israel dan Palestina, pesawat tempur Israel menyerang kapal AS USS Liberty di perairan internasional di lepas pantai Jalur Gaza, pada 8 Juli 1967. Kapal intelijen yang memiliki persenjataan ringan ini, diserang terlebih dahulu oleh pesawat Israel yang melepaskan roket.
USS Liberty mencoba meminta bantuan melalui radio, namun pesawat Israel memblokir transmisi. Akhirnya, kapal tersebut dapat melakukan kontak dengan kapal induk Saratoga. Saratoga kemudian mengirim 12 jet tempur dan empat kapal tanker untuk membantu USS Liberty.
Namun Menteri Pertahanan AS Robert McNamara memerintahkan armada jet dan kapal tanker itu untuk kembali ke kapal induk Saratoga, tanpa alasan yang jelas. Mereka tidak pernah membantu USS Liberty.
Serangan Israel ke USS Liberty menewaskan 34 dan melukai 171 dari 294 awak kapal. Di bawah komando kaptennya yang terluka, William L. McGonagle, USS Liberty berhasil menghalau empat roket yang menyasarnya.
Dilansir dari History, pesawat tempur Israel juga melakukan pelanggaran hukum internasional karena menembaki empat sekoci yang dilepas kapal tersebut. Karena gagal menenggelamkan USS Liberty, pesawat Israel akhirnya berhenti melakukan serangan.
Israel kemudian meminta maaf atas serangan tersebut dan menawarkan ganti rugi sebesar 6,9 juta dolar AS. Israel mengatakan, mereka telah salah mengira USS Liberty dengan kapal perang Mesir.
Korban selamat dari USS Liberty dan beberapa mantan pejabat AS percaya serangan tersebut dilakukan secara sengaja. Serangan dilakukan untuk menutupi kegagalan Israel dalam menguasai Dataran Tinggi Golan di Suriah.
Sekutu Serang Suriah dan Lebanon dalam Perang Dunia II
Pada 8 Juli 1941, pasukan sekutu memasuki Suriah dan Lebanon dalam sebuah operasi militer bernama Operation Exporter. Sebelumnya, pada Mei, Rashid Ali yang naik ke tampuk kekuasaan di Irak, telah menolak untuk mengizinkan manuver Inggris di negaranya sesuai dengan Perjanjian Anglo-Irak pada 1930
Inggris segera mengembalikan status quonya dengan mengusir Ali dan pengikutnya keluar dari Irak. Dengan dukungan Australia dan India, serta kekuatan Free French, Inggris menyerang Suriah dan Lebanon, untuk memastikan bantuan militer Jerman yang diminta Ali tidak akan masuk ke kedua negara itu.
Perlawanan berlangsung selama lima minggu sebelum gencatan senjata akhirnya ditandatangani pada 14 Juli. Gencatan senjata memberikan kendali kepada Sekutu atas Suriah maupun Lebanon.
Dilansir dari History, di antara mereka yang terluka dalam pertempuran tersebut adalah pemimpin sukarelawan Palestina berusia 26 tahun, Moshe Dayan. Dayan tengah berjuang mendapatkan kemerdekaan negaranya di masa depan.
*********
Republika.co.id