Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 01/03 – 2017 ).
Proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menjadi masalah yang tak ada habisnya. Kasus korupsinya, yang membuat negara dirugikan hingga Rp 2,3 triliun, tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaksanaan di lapangan juga kisruh. Langkanya formulir menyebabkan proyek e-KTP ini macet di beberapa daerah.
Kini muncul masalah baru perihal keamanan data kependudukan yang ternyata dikuasai perusahaan asing.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui kelalaian pemerintah dalam menjaga kerahasiaan data kependudukan itu. Dalam rapat bersama Komisi II DPR, 22 Februari lalu, ia menyebut data e-KTP rawan diselewengkan karena masih tersimpan di server perusahaan di Amerika Serikat. Pengakuan ini sangat memprihatinkan karena mengindikasikan potensi tercederainya hak-hak sipil.
PT Biomorf Lone Indonesia, yang memiliki perusahaan induk di Amerika, ditunjuk sebagai subkontraktor oleh konsorsium lima perusahaan pemenang tender. Biomorf menjadi penyedia sistem informasi untuk perekaman dan input data e-KTP.
Biomorf tak mau menyerahkan data kependudukan yang telah dikerjakan dengan alasan memiliki piutang sebesar Rp 390 miliar untuk program perawatan dan input data sejak 2014 hingga sekarang. Biomorf masih menguasai 167 juta data penduduk Indonesia. Sedangkan konsorsium tak bisa melunasi utang karena kehilangan kendali atas rekening mereka sejak kasus korupsi e-KTP ditangani KPK.
Pemerintah harus bergerak cepat menangani persoalan ini. Apalagi Biomorf dikabarkan akan segera menjual 51 persen sahamnya. Dalam asetnya, perusahaan itu menyertakan source code (pogram komputer) untuk data sidik jari dan source code untuk e-KTP Indonesia.
Artinya, ada peluang data e-KTP itu akan dialihkan ke pemilik saham baru, meski bila merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, source code seperti itu bukan aset yang bisa dialihkan ke pemilik baru.
Pemerintah harus memastikan data tersebut bisa segera diamankan karena menyangkut data kependudukan yang sangat penting dan rawan disalahgunakan. Pemerintah pun harus memberikan sanksi kepada konsorsium lima perusahaan pemenang tender, termasuk menjajaki kemungkinan membawa ke ranah hukum.
Bagi pemerintah, penyelesaian masalah keamanan data ini menambah panjang deretan pekerjaan rumah dalam soal proyek e-KTP.
Karena itu, selayaknya pemerintah perlu terus mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan proyek ini. Jangan sampai dana triliunan rupiah yang sudah dikucurkan hanya sia-sia dan sekadar menjadi bancakan para koruptor.
*********
Tempo.co