Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 15/07 – 2017 ).
Sanksi lebih tegas bagi Nobel Caledonia, agen perjalanan Inggris yang mengoperasikan kapal Caledonian Sky, mesti dijatuhkan. Kapal pesiar itu telah merusak terumbu karang langka seluas lebih dari 13 ribu meter persegi di Pulau Kri, perairan dangkal di Kepulauan Raja Ampat, Papua, pada 4 Maret lalu.
Kerusakan terjadi ketika kapten kapal berbobot 4.290 ton itu memaksa kapalnya keluar dari perairan sedalam 6 meter tanpa menunggu air pasang. Kapal yang mengangkut 102 turis dan 79 kru itu baru saja selesai mengitari Pulau Waigeo untuk pengamatan burung. Karena air surut, kapal dari Papua Nugini menuju Manila itu dipaksa meninggalkan perairan dengan ditarik menyamping oleh kapal yang didatangkan dari Sorong.
Pemerintah Provinsi Papua Barat tak cukup mendenda mereka akibat kerusakan ini. Tim evaluasi dari Universitas Papua memang merekomendasikan agar pemerintah meminta denda US$ 1,28-1,92 juta atau sekitar Rp 25,9 miliar akibat perusakan tersebut. Denda merupakan hukuman yang baik, tapi tak cukup keras bagi perusak lingkungan.
Hukuman berat layak dijatuhkan karena, selain awak Caledonian Sky telah melanggar standar operasi dan kelaziman mengoperasikan kapal besar, kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan sangat merugikan. Dengan alat penunjuk arah, nakhoda semestinya paham bahwa perairan Pulau Kri dangkal. Ketika kapal terjebak di sana, seharusnya mereka menunggu air pasang agar bisa mengapung kembali.
Kelalaian itu saja sudah memastikan bahwa mereka bersalah. Maka, sekadar denda tak cukup karena memulihkan terumbu karang yang rusak perlu waktu puluhan tahun. Pemerintah daerah harus meminta perusahaan agen perjalanan itu menandatangani kontrak perbaikan terumbu karang hingga pulih kembali. Apalagi, wilayah terumbu karang yang rusak itu masuk dalam zona taman nasional.
Menghukum mereka dengan denda sebetulnya masih tergolong ringan. Denda hanya akan membebaskan mereka dari tanggung jawab atas kerusakan yang telah ditimbulkan. Dan denda itu pun baru bisa dicairkan dalam jangka waktu 1-2 tahun. Maka, pemerintah perlu menagih komitmen kesanggupan mereka untuk merestorasi karang hingga pulih seperti sediakala.
Membebankan denda dan pemulihan lingkungan yang telah rusak kepada pelakunya telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan. Pasal 54 menyebutkan bahwa setiap orang yang merusak lingkungan dan alam wajib memulihkannya dengan cara remediasi, rehabilitasi, restorasi, atau cara lainnya. Dan Pasal 82 memberikan kewenangan kepada bupati hingga menteri untuk memaksa upaya pemulihan kepada perusak tersebut.
Saatnya kita menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya komitmen yang tegas bagi perlindungan alam. Para perusak harus membayar apa yang sudah dilakukannya. Indonesia mesti menciptakan preseden penegakan hukum yang tak pandang bulu, terutama hukum lingkungan.
Membawa pemilik Nobel Caledonia ke pengadilan adalah jalan terakhir. Hukuman dan pesan dalam penegakan hukum di bidang lingkungan ini jauh lebih kuat dengan denda dan komitmen memperbaiki kerusakan terumbu.
*********
Tempo.co