Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 29/03 – 2017 ).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semestinya mendengarkan kritik penyidik utama Novel Baswedan. Perekrutan penyidik dari kepolisian dengan pangkat yang cukup tinggi justru kurang efektif dan bisa merusak kekompakan organisasi. Independensi komisi antikorupsi pun terancam.
Langkah pimpinan KPK semakin kebablasan karena malah memberikan sanksi kepada Novel. Gara-gara memprotes kebijakan rekrutmen itu, ia mendapat surat peringatan. Padahal kritik Novel diajukan secara resmi dalam posisinya sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK-organisasi internal yang selama ini berperan sebagai mitra sekaligus pengontrol kebijakan pimpinan komisi antikorupsi.
Protes Wadah Pegawai KPK itu pun cukup masuk akal. Mereka mempersoalkan rekrutmen penyidik dari kalangan perwira menengah Kepolisian RI dengan pangkat hingga komisaris besar-setingkat kolonel di TNI. Mereka menganggap rencana tersebut tak prosedural karena semula rekrutmen hanya diperuntukkan bagi perwira pertama senior Polri berpangkat ajun komisaris atau selevel kapten.
Ketua KPK Agus Rahardjo dan empat wakilnya seharusnya memahami protes tersebut sebagai bentuk kepedulian pegawainya terhadap independensi lembaga. Rencana merekrut perwira menengah senior dari tubuh Polri bisa membuat komisi antikorupsi semakin mudah diintervensi. Lagi pula, lembaga ini sebenarnya lebih membutuhkan penyidik bertipe pekerja untuk menuntaskan tumpukan berkas kasus korupsi.
Tak sedikit di antara kasus tersebut yang melibatkan pejabat Polri. Konflik kepentingan mudah terjadi bila polisi berpangkat cukup tinggi masuk KPK. Sang perwira polisi bisa mempengaruhi arah penyidikan. Lain halnya bila penyidik junior yang direkrut. Mereka akan lebih mudah dididik dan diarahkan untuk menjaga independensi komisi antikorupsi.
Gesekan antara KPK dan kepolisian selama ini memang masih muncul. Pada pertengahan tahun lalu, misalnya, penyidik gagal memeriksa empat polisi ajudan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi yang akan dijadikan saksi kasus dugaan suap pengaturan perkara. Diduga rencana KPK bocor, sehingga para polisi itu seolah sengaja ditugaskan ke Poso, Sulawesi Tengah, dalam Operasi Tinombala.
Menghukum pegawai yang peduli terhadap kinerja dan independensi komisi antikorupsi jelas keliru. Pimpinan KPK sebaiknya segera mencabut sanksi terhadap Novel-penyidik yang telah banyak berjasa karena membongkar kasus-kasus korupsi besar.
KPK perlu pula mengevaluasi secara menyeluruh persoalan rekrutmen penyidik agar tidak menjadi masalah yang terus-menerus menghambat kinerja lembaga ini.
KPK seharusnya sudah mampu mengangkat penyidik independen-wewenang yang telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada 2016. Perekrutan penyidik independen sungguh penting.
Hanya dengan cara inilah komisi antikorupsi bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada kepolisian. Independensi KPK pun akan lebih terjamin.
********
Tempo.co