Rabu , 06 September 2017, 23:14 WIB
Red: Irwan Kelana
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sari Suryanti
Setiap kali melayani para tamu Allah menunaikan ibadah haji maupun umrah di Tanah Suci, hati ini selalu bahagia sekaligus terharu.
Bagaimana tidak bahagia dan terharu, sedangkan mereka adalah tamu Allah, dan kami sebagai travel haji umrah berkesempatan melayani mereka untuk memenuhi panggilan Allah tersebut dengan sesempurna mungkin.
Puncak kebahagiaan kami terutama saat para dhuyufurrahman itu telah selesai melaksanakan wukuf di Padang Arafah, yang merupakan rukun haji, dan menjadi tanda sah atau tidaknya haji seseorang. Seperti kata Rasulullah, “Haji adalah Arafah.” (HR Bukhari Muslim)
Kemudian meneruskan ibadahnya dengan bermalam di Muzdalifah dan melontar jumrah di Mina, hingga penutupnya tawaf wada atau tawaf perpisahan sebelum kembali ke Tanah Air tercinta, semoga dengan membawa gelar haji mabrur atau hajah mabruroh.
Bicara Arafah selalu menggetarkan hati. Tanggal 9 Dzulhijjah, saat jutaan jamaah haji serentak wukuf di Padang Arafah, adalah saat ketika air mata tak bisa ditahankan. Inilah momentum yang ditunggu oleh seluruh jamaah haji. Bahkan mereka yang sakit pun harus ditandu agar bisa berada di Padang Arafah untuk melakukan wukuf.
Dan setiap orang yang pernah wukuf di Padang Arafah, niscaya ia merindukan untuk kembali ke sana. Mereka yang sudah dua kali mencium bumi Arafah, niscaya ingin yang ketiga kali. Begitulah rindu Arafah.
Arafah memang bukan sekadar formalitas atau tanda sahnya ibadah haji seseorang. Arafah itu sarat pesan dan perenungan. Sebagaimana sebuah tulisan yang saya baca di (http://deskgram.org/nuke.siregar) tentang Renungan Kecil di Hari Arafah:
“Arafah adalah Hari Perenungan. Sebuah perenungan tentang Sang Khalik. Sebuah perenungan tentang untuk apa kita diciptakan.
Arafah adalah sebuah potret kecil tentang Mahsyar. Mahsyar adalah sebuah hari di mana manusia akan ditimbang kadar Al-Haq dalam dirinya. Mahsyar adalah sebuah hari yang sangat terik yang tidak ada penghalang atasnya.”
Bagaimana mungkin tidak panas, sedangkan Rasulullah SAW menerangkan dalam salah satu haditsnya, “Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil. Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammemberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (HR Muslim)
Allah SWT mengabarkan dalam Alquran, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (An-Nisa’: 56).
Rasulullah juga menyebutkan, “Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (HR Muslim)
“Maka tak heran kalau Mahsyar adalah sebuah hari yang mencekam di mana manusia ditimpa resah dan gelisah. Kegelisahan yang teramat sangat karena Mahsyar adalah hari penantian tentang nasib manusia: apakah ia akan masuk surga atau neraka.“
Pada hari yang sangat panas itu, Allah Ta’ala akan memberikan naungan kepada sebagian hamba pilihan-Nya. Seperti hadits Rasulullah SAW, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata. Pertama, imam (pemimpin) yang adil. Kedua, pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya. Ketiga, seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid. Keempat, dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah. Kelima, dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Allah.” Keenam, seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Ketujuh, dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (HR Bukhari-Muslim)
Semoga kita termasuk salah satu dari tujuh golongan yang mendapatkan perlindungan Allah di Padang Mahsyar.
Untuk para jamaah haji, selamat kembali ke Tanah Air. Semoga pulang dengan membawa kemabruran. Dan semoga Allah izinkan kita, keluarga kita, teman-teman kita, untuk (kembali) berhaji ke Tanah Suci. Kembali ke bumi Arafah, dan menunaikan wukuf di sana.
******
Republika.co.id