Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 25/01 – 2017 ).
Manajemen PT Pertamina (Persero) tak boleh menganggap enteng kerusakan di kilang pengolahannya. Sekecil apa pun masalah itu, bila terjadi secara beruntun di beberapa tempat, dampaknya akan menjadi besar. Hal itulah yang sekarang terjadi. Perusahaan pelat merah itu terancam merugi lebih dari Rp 1 triliun lantaran sejumlah kilang berhenti beroperasi secara bertubi-tubi.
Sulit memahami bagaimana manajemen Pertamina terkesan membiarkan kesalahan ini terus terjadi. Sejak 2 Desember 2016, setidaknya sepuluh kali Pertamina menyetop kerja beberapa kilang pengolah minyak mentah menjadi bahan bakar minyak miliknya.
Kilang Balikpapan atau Unit Refinery V di Kalimantan Timur telah berhenti beroperasi tiga kali. Kilang penghasil BBM terbesar kedua di Indonesia ini setelah Kilang Cilacap di Jawa Tengah tercatat dua kali mati total alias total black out.
Direksi Pertamina selalu saja berdalih mesin-mesin kilang sudah uzur. Benar, Kilang Balikpapan memang dibangun pada 1948 untuk unit 1 dan pada 1980 untuk unit 2. Masalahnya, mengapa kilang-kilang tua ini dibiarkan tanpa peremajaan. Kilang-kilang lain pun sama saja, rata-rata berusia di atas 50 tahun.
Mengoperasikan kilang tua seperti menjalankan mobil kuno. Mesin-mesin kilang itu harus mendapatkan perawatan ekstra. Perawatan juga tidak boleh telat, apalagi molor hingga setahun atau lebih. Seharusnya Pertamina bisa mengantisipasi macetnya kilang-kilang tua itu.
Mereka bisa meremajakan atau merawat onderdil tua tanpa menunggu rusak terlebih dulu. Poin inilah yang kerap dilupakan manajemen Pertamina. Kilang digenjot terus-terusan dan perawatan ditunda dengan berbagai alasan, misalnya lantaran harga minyak sedang bagus.
Kini semua sudah telanjur menjadi “bubur”. Beberapa kilang sudah berhenti beroperasi. Pertamina mesti memikirkan solusi yang tak membebani negara, misalnya memutuskan mengimpor BBM. Pertamina semestinya memanfaatkan sumber daya yang ada.
Mereka harus mengoptimalkan produksi dari kilang-kilang lain untuk menutup kekurangan pasokan.
Pertamina sebenarnya sudah membikin peta jalan (road map) untuk meningkatkan produksi minyak. Di antaranya rencana merevitalisasi sejumlah kilang (refinery development masterplan/RDMP), membangun kilang baru, dan meningkatkan kapasitas kilang.
Program revitalisasi kilang itu seharusnya segera diterapkan. Pertamina bisa menerapkan rencana tersebut pada Kilang Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai. Jika program itu mulus, produksi minyak diprediksi meningkat 150 persen. Kapasitas Kilang Cilacap, misalnya, akan meningkat dari saat ini 348 ribu menjadi 400 ribu barel per hari.
Tak ada alasan untuk menunda proyek revitalisasi ini. Megaproyek ini harus didorong agar segera terealisasi. Terlalu banyak yang harus dipertaruhkan bila Pertamina tak segera mencari solusi atas masalah ini. Ketahanan energi Indonesia yang kini dalam ancaman bisa berubah menjadi petaka yang nyata.
*********
Tempo.co