Rencana Teror buat Novel Baswedan

Rencana Teror buat Novel Baswedan

879
0
SHARE
Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi mengecam aksi kekerasan terhadap Novel Baswedan di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (11/4). Mereka dengan membawa gambar wajah Novel meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kekerasan tersebut. (Kompas/Alif Ichwan).

Aiman Witjaksono

Kompas.com – 16/04/2017, 20:06 WIB

Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi mengecam aksi kekerasan terhadap Novel Baswedan di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (11/4). Mereka dengan membawa gambar wajah Novel meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kekerasan tersebut. (Kompas/Alif Ichwan).
Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi mengecam aksi kekerasan terhadap Novel Baswedan di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (11/4). Mereka dengan membawa gambar wajah Novel meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kekerasan tersebut. (Kompas/Alif Ichwan).

Saya sungguh terkejut mendengar pengakuan Yasri Yudha Yahya. Yudha adalah salah satu saksi mata yang menjadi penolong penyidik utama KPK Novel Baswedan.

“Saya melihat saat di mobil, mengantarkan Novel ke Rumah Sakit. Itu pertama kali saya melihat Novel membuka kelopak matanya, sebelumnya ga kuat untuk dibuka. Saya melihat seluruh bola matanya putih, tidak ada hitamnya,” ujar Yudha.

Lalu, saya hendak meyakinkan kembali jawaban Yudha saat itu.

“Jadi, iris (bagian hitam di bola mata) Novel itu tidak tampak? Mata Novel putih semua?” tanya saya.

“Iya,” tegas Yudha.

Aiman Witjaksono Host & Produser Eksekutif Program AIMAN KompasTV Host & Produser Eksekutif Program AIMAN | AIMAN setiap senin, Pukul 20.00 WIB di KompasTV.
Aiman Witjaksono
Host & Produser Eksekutif Program AIMAN | setiap senin, Pukul 20.00 WIB di KompasTV.

Wawancara ini, saya lakukan di program AIMAN, yang tayang setiap Senin, pukul 8 malam di KompasTV. Lagi-lagi saya terkejut melihat beton dan jembatan semen di tempat Novel disiram air keras.

Saya kembali bertanya, kepada Yudha, “Puth-putih ini bekas siraman air keras?”

“Iya,” jawab Yudha.

“Wah, saya enggak bisa membayangkan jika terkena wajah, apalagi mata. Kalau terkena semen dan beton saja, bisa tergerus seperti itu,” ucap saya keheranan.

Kok bisa ada orang setega itu menyerang dengan air keras – yang belakangan saya ketahui dari hasil penyelidikan Polisi menggunakan Asam kuat – dengan menyiram tertuju ke mata.

Yudha juga menceritakan panjang lebar soal bagaimana Novel mengerang kesakitan. Suara yang tidak pernah terdengar sebelumnya.

Awalnya, warga yang sehabis beribadah shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumah Novel ini mengira, orang yang berteriak bukan Novel, tapi perampok yang tengah dikejar massa. Begitu keras suara Novel mengerang menahan sakit yang luar biasa di bagian matanya.

Dari cerita ini, kemudian saya tergugah untuk menghampiri rumah Novel untuk mengetahui lebih dalam soal kejadian ini dan apa yang terjadi di waktu-waktu sebelumnya.

Saya menduga, Novel bercerita lengkap soal kejadian ini kepada istri atau keluarga dekatnya. Saat saya berkunjung, Novel sudah dibawa ke Singapura untuk menjalani perawatan intensif penyembuhan luka mata dan wajahnya.

Sebelumnya, saya melihat rumah Novel tak henti-henti didatangi kerabat dan tetangga. Sejak padi hingga siang hari, saya berada di sana. Saya memberanikan diri untuk mengetuk pintu, dan membuka pagar.

Tiba-tiba, salah seorang penjaga, yang belakangan saya tahu berasal dari pengamanan internal KPK menegur saya. Ia menanyakan keperluan saya masuk.

Saya katakan, saya ingin bertamu. Tanpa menjawab panjang lagi, saya masuk. Kebetulan, saya menemui istri Novel, Rina Emilda, di dalam rumah.

Saya meminta maaf kepada petugas KPK seraya meminta izin untuk ngobrol sedikit dengan istri Novel. Emilda pun tak keberatan. Saya bersyukur. Ada sejumlah pertanyaan yang saya ajukan kepadanya, dalam wawancara dadakan itu.

“Mas Novel selalu berganti-ganti cara untuk mencapai ke kantor. Kenapa mbak?” tanya saya.

“Karena sudah merasa diintai,” ujar Emilda.

“Sejak kapan?” kembali saya bertanya.

“Mungkin lebih dari sebulan lalu,” jawar Emilda.

“Lebih dari sebulan lalu?” Tanya saya terkejut.

“Mas Novel, tidak selalu naik motor ke kantor. Kadang naik Uber, kadang Go-jek, kadang taksi, dan kadang menggunakan mobil sendiri. Itu pun rutenya berubah-ubah. Tidak pernah sama setiap hari,” jelas Emilda.

“Mbak Emil enggak pernah meminta mas Novel berhenti dari KPK?”

“Tidak mas. Saya percaya, semua pekerjaan itu ada resikonya. Dan semua resiko itu, sudah ada dalam takdir Allah SWT,“ papar Emilda.

“Mbak Emil akan selalu menemani mas Novel demi pemberantasan korupsi di negeri ini, dalam kondisi apapun dan dalam resiko apapun?” tanya saya.

“Iya,” jawab istri Novel Baswedan ini tanpa keraguan.

Serangan keenam

Saya tertegun sesaat mendengar jawaban istri Novel Baswedan. Jawaban tanpa keraguan. Padahal, saya tahu ada 5 anak yang harus diasuh kedua orangtua ini. Yang paling kecil, baru lahir 3 bulan lalu.

Saya membayangkan, bagaimana beratnya beban yang ditanggung kedua orangtua yang memiliki 5 anak ini saat kepala keluarga diambang kebutaan akibat serangan biadab usai shalat subuh.

Apa yang dialami Novel pekan lalu, bukanlah kali pertama terjadi pada dirinya. Ini adalah serangan keenam untuk Novel.

Terakhir tahun lalu, Novel ditabrak sebuah mobil. Bukan tabrakan biasa. Penabrak tidak langsung kabur, melainkan mengulang aksi tersebut secara sengaja, ke motor Novel. Data CCTV telah dikumpulkan.

Jika dikembangkan, tak hanya Novel yang menghadapi teror ini. Ada belasan kali teror lainnya kepada penyidik KPK, pimpinan KPK dan bahkan pegawai KPK.

Namun, tak ada satu pun yang berujung pada tuntasnya kasus. Dari belasan teror ini, tak satu pun tersangka yang ditetapkan.

Di mana negara yang katanya berperang membersihkan negeri dari korupsi?

*********

Kompas.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY