Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 25/01 – 2017 ).
-Realisasi investasi di Kabupaten Garut selama 2016 hanya mencapai sekitar Rp1.046.467.176.555, atau tak sebanding dengan potensi yang dimiliki. Realisasinya didominasi sektor usaha tersier terdiri sektor listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan dan reparasi, hotel dan restoran, perumahan, kawasan industri dan perkantoran, dan lainnya bertotal nilai Rp792.563.611.547.
Kemudian sektor usaha primer terdiri tanaman pangan dan perkebunan, peternakan, dan perikanan bertotal nilai Rp185.223.783.921. Disusul, sektor usaha sekunder terdiri industri makanan, industri tekstil, industri barang dari kulit dan alas kaki, industri karet dan plastik, industri logam, mesin dan elektronika, industri kayu, dan industri lainnya bertotal nilai Rp68.679.781.087.
Meski meningkat Rp102.284.433.985 dibandingkan realisasi investasi 2015 mencapai Rp944.182.742.570, realisasi investasi 2016 mencapai Rp1.046.467.176.555 tersebut, masih jauh dibandingkan potensi, peluang, bahkan minat investasi yang tersedia.
Data Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (PMPT) kabupaten setempat menunjukkan, minat investasi di kabupaten ini selama 2016 mencapai Rp3.334.209.718.857. Naik cukup signifikan dibandingkan minat investasi 2015 mencapai Rp1.314.610.684.318. Kebanyakan minat investasi pada sektor usaha tersier, dan sektor usaha primer.
Kepala Dinas PMPT Garut Zatzat Munazat melalui Sekretaris Nia Gania Karyana katakan, terdapat sejumlah kendala menyebabkan minat, apalagi realisasi investasi di kabupatennya terbilang relatif masih rendah dibandingkan potensi peluang investasi tersedia.
Antara lain terutama karena Kabupaten Garut belum memiliki data peluang investasi yang jelas dan pasti, termasuk menyangkut sektor jenis usaha, kejelasan regulasi, titik lokasi, dukungan infrastruktur, dan analisis bisnisnya secara detail, dan akurat.
Kabupaten itu juga belum sepenuhnya mempunyai Rencana Detal Tata Ruang (RDTR) terutama kawasan memungkinkan tumbuhnya kecenderungan minat investor berinvestasi. Penentuan titik lokasi kegiatan investasi selama ini menimbulkan persoalan dan terpaksa akhirnya dikembalikan lagi kepada kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berdasar penilaian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
“Maka tak heran banyak perusahaan investor hanya mendaftarkan minatnya dengan mengantongi izin prinsip penanaman modal (IPPM). Sedangkan realisasinya tak ada kepastian, kapan,” ungkap Nia.
Kepala Bidang Pengembangan dan Promosi Penanaman Modal Wan Wan A Gunawan menambahkan, Dinas PMPT kesulitan mempromosikan dan menawarkan sektor usaha investasi kepada calon investor karena belum memiliki data himpunan peluang usaha di Garut, melainkan baru sebatas data potensi bernilai jual.
Apalagi peluang usaha sektor pertanian dan wisata yang potensinya di kabupaten tersebut justru paling besar, dan paling layak jual.
“Situ Bagendit (salah satu obyek wisata terkemuka di Garut) saja, itu belum menjadi peluang investasi. Tetapi baru sebatas potensi yang layak jual. Padahal untuk bisa menawarkan peluang investasi pada investor itu setidaknya harus ada FS (Fisibility Study) agar ada gambaran utuh dan kepastian. Ini yang enggak ada. Mestinya, segala bentuk informasi investasi itu tersedia di Dinas PMPT ,” kata Wan Wan.
Belum adanya kepastian regulasi mengenai RDTR terkait titik lokasi kegiatan investasi , lanjutnya, tak sedikit calon investor terpaksa diarahkan ke SKPD lain terkait. Kendati hal itu berdampak pada terhambatnya waktu pemrosesan perizinan.
“Memang Pemkab mengupayakan adanya revisi RTRW, dan kita berharap hal itu segera selesai. Sebab bagaimanapun, investasi itu identik dengan pemanfaatan tata ruang. Kalau kebijakan tata ruangnya beres, didukung regulasi memadai maka bagi investor ada jaminan kepastian dan keamanan. Begitu juga bagi masyarakat di mana investasi dilakukan,” katanya.
Wan Wan menyebutkan, hingga saat ini, baru dua hal unggulan dimiliki Kabupaten Garut menarik minat investasi, yakni murahnya upah minimum kabupaten (UMK), dan harga tanah masih terjangkau dibandingkan daerah lain.
Dengan masih banyaknya kendala, Wan Wan tak memungkiri adanya penilaian sejumlah kalangan, iklim investasi di Garut terbilang kurang kondusif. Terlebih didukung banyaknya pengaduan ke Dinas PMPT maupun DPRD cenderung terus meningkat.
Selama 2015 pun, terdapat sedikitnya 75 pengaduan ke Dinas PMPT. Belum termasuk ke DPRD. Antara lain meminta menyetop izin, memprotes, dan menyatakan tak setuju atas kegiatan usaha investasi tertentu.
“Tetapi ada juga pengaduan karena sejumlah pengusaha membuat bangunan sebelum ada izin. Sosialisasi tak tuntas, dan hanya mengandalkan beberapa pihak juga tak jarang menimbulkan persoalan di tengah masyarakat. Apalagi banyak lembaga swadaya masyarakat cukup kritis mengamati soal investasi,” imbuhnya.
********
(NZ, Jdh).