Senin , 05 June 2017, 06:00 WIB
Red: Maman Sudiaman
Oleh : Ikhwanul Kiram Mashuri
REPUBLIKA.CO.ID, Sehari setelah kunjungan Presiden Amerika (AS) ke Riyadh, Arab Saudi, pada 20-21 Mei lalu, penguasa Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani langsung bikin geger sejumlah negara Arab. Geger itu masih berlangsung hingga kini, di media.
Gegeran itu bermuara pada pernyataan penguasa paling muda (37 tahun) di enam negara Teluk itu — Arab Saudi, Oman, Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Qatar sendiri. Pada upacara lulusan kedelapan wajib militer di lapangan militer di utara Qatar, Sheikh Tamim mengatakan, Qatar sedang menghadapi kampanye hitam (negatif) berbarengan dengan kunjungan Presiden AS ke Riyadh. Kampanye itu, katanya, bertujuan untuk menghubungkan negaranya dengan jaringan teroris.
‘’Kami akan mengejar mereka (pelaku kampanye hitam), baik dari pemimpin negara maupun kelompok, demi melindungi peran Qatar untuk menjaga stabilitas kawasan maupun dunia. Juga untuk menegakkan kehormatan negara dan bangsa Qatar,’’ ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita Qatar QNA.
‘’Kami menyesalkan tuduhan yang menyatakan kami mendukung teroris, meskipun upaya kami yang terus-menerus untuk terlibat dalam koalisi internasional melawan ISIS.’’
Menurutnya, bahaya sebenarnya adalah perilaku beberapa penguasa yang menyebabkan munculnya terorisme. Penguasa yang demikian, katanya, tidak menggambarkan Islam yang toleran. Mereka, para penguasa itu, hanya bisa mengkriminalisasi semua aktivis yang menuntut keadilan.
Ia pun meminta pihak-pihak tententu untuk menghentikan kampanye hitam kepada negaranya. Qatar, katanya, juga tidak pernah mengintervensi masalah negera lain meskipun negara tersebut membatasi hak-hak dan kemerdekaan warganya. Menurutnya, Qatar justru terus berupaya untuk menjaga hubungan baik dengan banyak negara yang ia katakan akan menjaga Qatar dari ketamakan sebagian negara-negara tetangga.
Sejumlah pengamat di Timur Tengah menghubungkan ‘kampanye hitam’ itu dengan sikap penguasa Qatar selama ini. Sikap yang berbeda dengan kebijakan sebagian besar pimpinan Arab. Misalnya hubungan baik Qatar dengan Iran. Juga sikap lunak Qatar atau bahkan melindungi kelompok-kelompok yang selama ini ‘tidak dikehendaki’ oleh banyak negara Arab. Misalnya Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Hizbullah di Lebanon
Tentang hal tersebut, Emir Qatar menjelaskan Iran merupakan penyeimbang di kawasan maupun dunia Islam yang tidak bisa diremehkan. Qatar, menurutnya, mempunyai hubungan yang baik dengan AS dan Iran pada waktu bersamaan. Baginya, tidak ada gunanya menjauhi Iran. Bahkan harus bekerja sama. Apalagi Iran merupakan negara besar yang bisa menjamin stabilitas di kawasan.
Mengenai Hizbullah di Lebanon, Sheikh Tamim mengatakan, mereka merupakan kelompok perlawanan terhadap Zionis Israel. Sedangkan Hamas ia sebut sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina. Ia pun mengupayakan perdamaian antara bangsa Palestina dan Israel, dengan melibatkan Hamas.
Sikap dan pernyataan Sheikh Tamim, terutama tentang Iran, langsung menjadi kontroversi di negara-negara Arab. Sejumlah media Arab pun menyerang pernyataannya. Bahkan Arab Saudi, Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir sempat memblokir akses media Qatar yang didukung oleh pemerintah, seperti stasiun televisi Aljazirah. Beberapa media di Arab Saudi dan Emirat Arab menganggap pernyataan Emir Qatar telah merusak persatuan negara-negara Arab dan dunia Islam.
Menyusul kemarahan para pemimpin Arab itu, Qatar — lewat direktur direktorat komunikasi pemerintah, Saif bin Ahmad al Thani — pun mengeluarkan penjelasan. Intinya, pernyataan yang telah menimbulkan pro-kontra itu bukan dari Sheikh Tamim. Namun, dari para peretas yang berhasil membajak kantor berita Qatar QNA. Menteri Luar Negeri Qatar Muhammad bin Abdulrahman al Thani juga menegaskan pemerintahannya akan mengejar dan mengadili para peretas. Ia pun menggambarkan insiden itu sebagai kampanye media yang menyerang negaranya.
Kendati Qatar telah menegaskan pernyataan yang dianggap bersumber dari Sheikh Tamim itu palsu alias hoax, namun isu itu terlanjur menggelinding ke berbagai arah. Apalagi beberapa hari kemudian (27/05), Sheikh Tamim mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Iran yang baru terpilih kembali untuk periode kedua, Hassan Rouhani. Dalam permbicaraan itu, kedua pemimpin saling mengucapkan selamat atas datangnya bulan Ramadhan. Sheikh Tamim juga mengucapkan selamat atas terpilihnya kembali Rouhani sebagai Presiden Iran. Kedua pemimpin pun memandang perlu peningkatan hubungan kedua negara di berbagai bidang.
Percakapan telepon Emir Qatar dengan Presiden Rouhani itu, seperti dikutip media al Sharq al Awsat, jelas semakin menegaskan pernyataan Sheikh Tamim sebelumnya tentang Iran, Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Hizbullah. Kendatipun, Qatar mengatakan berita yang dialamatkan kepada Sheikh Tamim adalah hoax alias palsu atau bohong.
Bagi Mesir dan negara-negara Teluk, masalah Iran, Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Hizbullah adalah sangat sensitif. Iran mereka anggap sebagai penyokong teroris. Bahkan Arab Saudi telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Mereka juga memasukkan Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Hizbullah sebagai kelompok atau organisasi teroris.
Sebaliknya, sikap Qatar sering berbeda. Termasuk dengan negara-negara tetangganya yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (Majlis At Ta’awun Al Khaliji), yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Oman, Bahrain, dan Qatar sendiri. Perbedaan yang seringkali membuat geger negara-negara tetangganya.
Gegeran kali ini bukan yang pertama. Tiga tahun lalu, tiga negara Teluk —Arab Saudi, Uni Emirat, dan Bahrain – sempat menarik duta besarnya dari Doha (Ibu Kota Qatar). Penyebabnya, penguasa Qatar itu berani mengkritik kebijakan negara-negara tetangganya.
Qatar sebenarnya hanyalah negara kecil saja. Posisinya dikepung Arab Saudi di selatan dan Teluk Parsia di perbatasan sisanya. Luasnya tak lebih dari 12 ribu km2. Bandingkan dengan Jakarta yang mempunyai luas 661,52 km2. Penduduknya juga sedikit, sekitar 2,5 juta jiwa. Itu pun warga aslinya hanya sekitar 600 ribu jiwa. Sisanya pekerja asing dari berbagai negara, termasuk sekitar 30 ribu jiwa dari Indonesia.
Kendati kecil, jangan tanya kekayaan negara yang terletak di sebuah semenanjung kecil di Jazirah Arab itu. Versi World Bank, Qatar merupakan negara terkaya ketiga di dunia setelah Luksemburg dan Norwegia, berdasarkan Pendapatan Nasional Bruto Perkapita (GDP). Pada 2016, pendapatan per kapita Qatar mencapai 93.714,1 dolar atau sekisaran Rp1.218.283.300,00 (memakai nilai tukar rupiah Rp14 ribu per dolar).
Sebagai gambaran, pendapatan per kapita Saudi 24.116 dolar, Uni Emirat 39.058 dolar, Kuwait 51.497 dolar, Oman 23.133 dolar, dan Bahrain 22.467 dolar. Sementara itu pendapatan per kapita Indonesia hanya 3.605 dolar (Rp50.470.000,00).
Selain kaya, Qatar juga mempunyai pengaruh besar di dunia internasional lewat Aljazeera yang kini telah berkembang menjadi media multiplatform. Selain televisi berbahasa Arab dan Inggris, Aljazeera juga mengembangkan berbagai situs berita.
Dengan posisi seperti itu, negara pengekspor minyak dan gas ini mungkin secara ekonomi tidak akan terpengaruh dengan gegeran sekarang ini. Namun secara politik, negara kecil yang kaya ini akan semakin terkucilkan di kawasan Teluk.
Bila kemudian Qatar beraliansi dengan negara-negara lain di luar Teluk, bisa dipastikan kawasan Timur Tengah akan tambah bergejolak, yang dampaknya bisa mendunia.
*******
Republika.co.id