Reproduksi Fotografer : ANRI : RVD 90910 FP 6/John Doddy Hidayat
Garut News ( Senin, 23/01 – 2017 ).
Terbongkarnya suap dari Rolls-Royce ke petinggi sejumlah perusahaan milik negara seharusnya menampar muka Indonesia. Pabrikan mesin itu bertahun-tahun terbukti menggelontorkan jutaan dolar untuk melicinkan bisnis mereka di Tanah Air.
Perkara ini dibuka di negara asal Rolls-Royce, Inggris. Lembaga antikorupsi Serious Fraud Office (SFO) menyebutkan, perusahaan itu menyuap Emirsyah Satar selama sembilan tahun ia memimpin PT Garuda Indonesia, yakni pada 2005-2014. Perusahaan yang sama disebutkan menyogok pejabat PT PLN pada periode 2006-2007.
Menurut lembaga antikorupsi itu, Rolls-Royce bahkan telah menyogok orang-orang berpengaruh di Indonesia sejak akhir 1980-an. Sangat memalukan, betapa pelbagai urusan dagang bisa diselesaikan dengan tebaran fulus untuk pejabat-pejabat badan usaha milik negara ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menerima data dari koleganya di Inggris, sudah semestinya mengusut semua dugaan suap itu. Emirsyah, yang dituduh menerima suap sekitar Rp 20 miliar plus barang senilai sama, telah ditetapkan sebagai tersangka. Begitu juga Soetikno Soedarjo, pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA), yang diduga menjadi perantara suap ini.
Penetapan status hukum Emirsyah itu seharusnya hanya menjadi titik awal. Komisi antikorupsi sudah pasti akan mencari pejabat-pejabat lain yang terlibat. Hampir tidak mungkin, guyuran duit pada pembelian mesin pesawat dari Rolls-Royce oleh Garuda selama sembilan tahun hanya menerpa Emirsyah.
Pengakuan eksekutif Rolls-Royce yang menyogok petinggi perusahaan milik negara selain Garuda juga seharusnya ditindaklanjuti. KPK selayaknya tetap bekerja sama dengan lembaga antikorupsi Inggris untuk keperluan ini.
Jika perlu, kerja sama serupa dijalin dengan badan antikorupsi negara lain, mengingat Rolls-Royce juga menjalankan kongkalikong di berbagai belahan dunia lain.
Pengusutan perkara yang terjadi sebelum lahir Undang-Undang KPK pada 2002 pun sangat dimungkinkan. Pada 2005, Mahkamah Konstitusi telah menolak permohonan uji materi yang mempersoalkan kewenangan komisi antikorupsi mengusut perkara rasuah di masa lalu.
Terbongkarnya kejahatan ini jauh di seberang seharusnya menjadi tamparan kuat agar badan usaha milik negara berbenah. Perusahaan pelat merah sepatutnya dipimpin dengan tata kelola yang baik. Pemimpin perusahaan, termasuk jajaran komisaris, harus memastikan terlaksananya praktek bisnis yang bersih.
*********
Opini Tempo.co