Garut News ( Rabu, 15/01 – 2014 ).
Proses panjang melelahkan, warnai proses produksi kolang-kaling, penganan bisa dijadikan kolak, bahkan manisan lezat dikonsumsi.
Kegiatan produksi, diawali memanjat pohon enau berbuah rumpun kolang-kaling, sekaligus menyadap airnya guna diproses menjadi gula merah aren.
Sedangkan ketinggian memanjat bisa mencapai belasan meter, tergantung ketinggian pohon.
Umumnya pencari rumpun buah kolang-kaling, serta penyadap pohon enau ini, dibekali ramuan penawar gatal.
Lantaran, jika sekujur kulit tak dilumuri ramuan anti gatal, dipastikan tak ada pemanjat bisa atawa mampu menahan “merang” maupun serbuk pohon amat-sangat gatal pada bagian kulit manapun.
Kemudian setelah rumpun buah kolang-kaling dibawa turun, selanjutnya direbus mendidih hingga ketebalan kulit bagian luar buah, menjadi masak atawa lembek.
Setelah itu, di dinginkan sejenak, selanjutnya dikupas sehingga bisa diperoleh kolang kaling berwarna putih.
Kolang-kaling berwarna putih ini dikumpulkan, kemudian dijual pada bandar, pedagang pengumpul, atawa pada tengkulak seharga Rp5 ribu setiap kilogram.
Di pasar-pasar kini harganya berkisar Rp7 ribu hingga mencapai Rp10 ribu setiap kilogram, apalagi jika pada Puasa Ramadhan untuk kolak berbuka puasa.
Selain itu, juga antara lain bisa diproduksi menjadi manisan kolang-kaling, dengan beragam pewarnaan amat-sangat menarik.
Produksi kolang-kaling ini, antara lain bisa ditemukan di Kecamatan Singajaya, Bungbulang, Pameungpeuk, atawa di pinggiran lintasan ruas badan jalan di perbatasan Garut dengan Kabupaten Tasikmalaya.
Bahkan Juga hampir terdapat pada seluruh lokasi di Kabupaten Garut.
*******
Esay/ Foto: John Doddy Hidayat.