“Situ Bagendit Kini Merupakan Sistem Jaringan Irigasi Leuwigoong”
Oleh : John Doddy Hidayat
Garut News ( Ahad, 06/07 – 2014 ).
Kebanggaan masyarakat Kabupaten Garut, Jawa Barat, dipastikan bisa kian terusik bahkan hanya sebatas menjadi angan-angan “semu” kenangan sejarah masa lalu.
Lantaran aset selama ini merasa dimilikinya, berupa potensi Situ atawa Danau Bagendit, dan Cangkuang secara “yuridis formal” masih tak jelas “kepemilikannya”.
Bahkan, Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menyatakan hingga kini status kepemilikan “aset” Situ, Bagendit di wilayah Kecamatan Bayuresmi tersebut, masih belum jelas.
“Katanya aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, setelah ditelusuri dan ditanyakan ternyata milik pemerintah pusat,” ungkapnya saat berdialog pada Peringatan Ke-22 Hari Air Dunia 2014 di Arboretum Legok Pulus Kecamatan Samarang, Kamis (22/05-2014).
Ketidak jelasan kepemilikan aset ini, bisa menyulitkan pada pembiayaan proses pemeliharaan, atawa kegiatan rehabilitasinya, seperti apa?
Namun Helmi Budiman tetap berharap, meski berstatus kepemilikan aset masih belum jelas, tetapi potensi Situ Bagendit itu bisa tetap terpelihara, terawat, dan terjaga dengan sebaik mungkin, imbuhnya, menyerukan.
Dikemukakan, Air dan energi saling memiliki ketergantungan, di Kabupaten Garut antara lain terdapat 32 sub aliran sungai sejauh 301 kilometer, dengan 87 situ tersebar pada 19 desa pada 17 wilayah kecamatan.
Di antaranya termanfaatkan pada proses pembangkit tenaga listrik mikro hidro, juga geothermal (panasbumi), berupa tekanan uap air kering memutarkan turbin.
Selama ini memasok energi listrik interkoneksi Jawa, Madura dan Bali.
Didesak pertanyaan Garut News mengenai formula manajemen air, Helmi Budiman katakan kudu bisa terjaminnya ketersediaan air, juga menanggulangi terjadinya disparitas air di musim penghujan dan kemarau panjang, antara lain diperlukan penyediaan sarana-sarana penampungan air.
Seperti waduk, embung, dan situ termasuk komitmen menyosialisasikan manfaat pembuatan biopori-biopori, katanya.
Upaya seperti ini, juga kudu terpadu secara lintas sektoral, berupa penanaman pohon pada setiap kawasan kritis, sekaligus guna mengantisipasi datangnya kemarau panjang.
Kepala “Balai Besar Wilayah Sungai” (BBS) Cimanuk-Cisanggarung, Tri Sasongko Widianto kepada Garut News juga katakan, selain beragam upaya fisik menanggulangi terjadi disparitas ketersediaan air pada musim penghujan, serta kemarau panjang.
Diperlukan pula upaya non fisik, di antaranya berupa advokasi dan sosialisasi mengenai sangat pentingnya menjaga, dan meningkatkan kualitas kelestarian alam, beserta lingkunagannya.
Sedangkan Relawan Lingkungan, Aang Suhana antara lain mengharapkan, agar kondisi Arboretum Legok Pulus segera ditingkatkan kuantitas serta kualitasnya.
Dengan melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya, sehingga memiliki dampak meningkatkan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Arboretum tersebut, memiliki koleksi sekitar 4.000 vegetasi pada areal seluas 11 hektare, berketinggian 1.200 mdpl, 17 km arah utara dari Pusat kota Garut.
Kepala Bidang Konservasi Pengembangan Sumber Daya Air Dinas SDAP kabupaten setempat, Iwan S. Wiradisastra mengatakan, kepemilikan aset Situ bagendit kini tengah diproses bisa berada pada Pemkab Garut, katanya pula.
Ungkapan senada disampaikan Kepala Bidang Bina teknik dan Manfaat Irigasi Dinas SDAP, Saeful Falah.
Kepala BBWS, Tri Sasongko Widianto pun mengemukakan, Situ Bagendit kini merupakan sistem jaringan Irigasi Leuwigoong, katanya.
“Bisa Berpotensi Bermasalah”
Namun kini, ambisi Pemkab Garut mengembangkan Situ Bagendit, dan Cangkuang sebagai kawasan unggulan wisata edukasi, serta marina di kabupaten setempat, bisa berpotensi tersandung kendala status kepemilikan lahan, juga mekanisme pengelolaan kawasan situ legendaris tersebut.
Sebab keberadaan Situ Bagendit bakal dijadikan saluran tersier mega proyek Pemerintah Pusat, Irigasi Leuwigoong atawa Bendung Copong diagendakan mulai beroperasi 2015 mendatang.
“Situ Bagendit, dan Cangkuang itu sekarang kewenangannya ditarik ke Pusat. Jangankan Garut, Provinsi (Jawa Barat) saja enggak bisa berbuat apa-apa. Apalagi Situ Bagendit dijadikan saluran tersier Bendung Copong. Air dari Bendung Copong dialirkan dulu ke Situ Bagendit sebelum dibagi mengairi pelbagai lahan pertanian. Jadi nanti 2015, terdapat pengerukan besar-besaran guna menampung air Bendung Copong itu,” ungkap Kepala Sumber Daya Air dan Pertambangan Garut, Uu Saepudin, Ahad (23-02-2014).
Daerah Irigasi Leuwigoong, integrasi beberapa irigasi teknis, semi teknis, irigasi pedesaan, dan tadah hujan berdaya tampung seluas 5.271 hektare.
Sumber air utama sungai Cimanuk, dan tetap memanfaatkan sumber air anak-anak sungainya.
Pembangunan fisiknya di Kampung Nanggewer Banyuresmi.
Dikemukakan Saepudin, berdasar Undang Undang Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20/2006 tentang Irigasi, kewenangan pengelolaan Situ Bagendit berada pada Pemerintah Pusat, mulai pembiayaan, struktur lembaga pengelola, dan prosedur pengelolaannya.
Menyusul Situ Bagendit termasuk daerah irigasi dengan luasan lahan diairi di atas 3.000 hektare.
Sedangkan kewenangan Pemkab hanya pada daerah irigasi seluas di bawah 1.000 hektare, dan Pemerintah Provinsi atas daerah irigasi seluas di atas 1.000 hektare namun masih di bawah 3.000 hektare.
“Jadi kalaupun nanti ada investor tertarik Situ Bagendit pengembangan kawasan wisata marina misalnya, investor berurusan Pemerintah Pusat. Bukan dengan Garut,” katanya.
Lantaran terbentur kewenangan itu pula, kata UU, pihaknya tak bisa melakukan program pemberdayaan potensi perairan Situ Bagendit dari APBD Garut.
Pihaknya hanya berwenang mengurusi jaringan-jaringan irigasi kecilnya mengalir dari Bagendit.
“Kalau ada kegiatan kita diarahkan ke Situ Bagendit, bisa jadi temuan. Sebab bukan aset kita, tetapi aset Pusat. Kalaupun Garut mau mengambil manfaatnya maka kudu terdapat semacam kesepahaman kerja sama dengan Pusat,” katanya pula.
Kumaha atuh………..?
*******
Fotografer : John Doddy Hidayat
Produksi : 2014.