Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Jum’at, 17/02 – 2017 ).
Kalangan petani di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang berminat bertanam cabai terutama jenis cabai keriting kian mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir ini.
Bahkan banyak petani pada sejumlah daerah dikenal sebagai sentra penghasil palawija mulai banting setir pada komoditas tanaman cabai dengan menerapkan teknologi lebih bagus dibandingkan biasanya. Di antaranya di Dangdeur Banyuresmi, dan Cimahi Kecamatan Caringin.
Sedangkan jenis cabai ditanamnya didominasi cabe merah keriting, dan cabe rawit varietas lokal dikenal dengan sebutan cabai inul.
Berdasar data Dinas Pertanian kabupaten setempat menunjukkan, luas areal tanam cabai di kabupatennya pada 2016 mencapai sekitar 9.713 hektare dengan luas panen mencapai sekitar 8.658 hektare. Terdiri cabai besar seluas 6.567 hektare dengan luas panen mencapai 5.816 hektare, dan cabai rawit seluas 3.146 hektare dengan luas panen sekitar 2.842 hektare.
Sehingga meningkat dibandingkan pada 2015 luasnya sekitar 8.250 hektare dengan luas panen sekitar 8.034 hektare. Masing-masing cabai besar seluas 5.617 hektare dengan luas panen sekitar 5.485 hektare, dan cabai rawit seluas 2.633 hektare dengan luas panen sekitar 2.549 hektare.
Dengan luasan areal tanam cabai tersebut, produksi dihasilkan pada 2016 mencapai 86.863 ton cabai besar, dan 37.891 ton cabai rawit. Atau meningkat dibandingkan produksi dihasilkan 2015 mencapai 81.809 ton cabai besar, dan 33.958 ton cabai rawit.
Selama lima tahun terakhir, rata-rata produksi cabai besar dihasilkan petani Garut mencapai 89.736 ton, dan cabai rawit 32.559 ton.
“Dibandingkan daerah lain, luas tanam cabai di Garut terbilang terluas di Jawa Barat. Terutama cabai keriting hampir terdapat di semua 42 kecamatan, tren bertanamnya di petani tinggi. Hanya untuk cabai besar, kebanyakan dipetik hijau. Jadi, cabai hijau. Tak ditunggu merah,” ungkap Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Obat Bidang Hortikultura pada Dinas Pertanian setempat Deni Herdiana, Rabu (16/02-2017).
Dikemukakan, pola bertanam cabai di kalangan petani berbeda-beda setiap tempatnya. Di dataran tinggi semisal Cisurupan, Cikajang, dan sekitarnya, umumnya petani bertanam cabai dengan tumpang sari, serta hampir setiap hari ada saja yang bertanam, dan panen.
Beeda dengan petani di dataran medium dan rendah bertanam cabai secara monokultur dengan penerapan teknologi lebih tinggi, dan memakai mulsa. Semisal di daerah Bayuresmi, Kadungora, Leles, dan kawasan pantai selatan.
Begitu juga petani di daerah Balubur Limbangan, dan Malangbong biasanya bertanam cabai pada awal musim hujan.
“Di Desa Cimahi Caringin saja dulunya dikenal sentra palawija dan kacang tanah, sekarang hampir 300 hektare jadi lahan tanam cabai. Di daerah Dangdeur Banyuresmi juga banyak petani palawija beralih tanam cabai”, katanya.
Dikatakan pula, petani di Garut lebih menyukai bertanam cabai keriting karena dinilai lebih aman terutama mengatasi fluktuasi harga dibandingkan cabai besar lainnya. Cabai rawit pun lebih disukai dari jenis lokal terutama cabai inul daripada varietas lain atau hibrida. lantaran produksinya tinggi dengan masa produksi cukup lama, dan tahan lama jika disimpan di tempat terbuka paskapanen.
Tetapi mengenai harga jual cabai saat ini, kata Deni, petani juga bingung. Harga tinggi belum jaminan menguntungkan bagi mereka. Sebab curah hujan tinggi, dan abnormal selama hampir 2,5 tahun terakhir ini menuntut biaya operasional pemeliharaan sangat tinggi. Tingkat keasaman tanah menjadi tinggi, dan tanaman cabai juga rentan terserang hama penyakit.
“Lebih dibingungkan lagi karena harga jual cabai sekarang ini sangat fluktuatif. Kalau naik, melejit, dan kalau turun, bukan turun perlahan, tapi langsung terjun bebas. Kita juga sempat survey, namun tetap saja kesulitan mencari titik pastinya, siapa atau pihak mana sebenarnya menentukan harga jual cabai seperti sekarang ini,” ungkap.
Dijelaskan, komoditas cabai dihasilkan petani Garut kebanyakan dipasarkan ke pasar induk di kota-kota besar, seperti Pasar Induk Tanah tinggi, Cibitung, Kramat Jati, dan daerah Lampung, Bengkulu, serta Palembang, katanya.
**********
( NZ, Jdh).