Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 27/12 – 2016 ).
Permintaan dana corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan PT Pertamina oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk dana kesehatan beberapa pejabatnya patut disesalkan. Permintaan itu tak ubahnya pemerasan terhadap badan usaha milik negara (BUMN).
Melalui surat bertanggal 8 Desember 2016, Kementerian Energi meminta perusahaan minyak pelat merah itu memberikan dana CSR untuk jaminan kesehatan 58 pimpinan tinggi pratama, 15 tenaga ahli, dan 218 pejabat administrator.
Kementerian berkilah mereka tidak mengalokasikan anggaran untuk kesehatan para tenaga ahli tersebut, yang bergabung membantu Menteri pada awal tahun saat anggaran disusun.
Permintaan tersebut amat janggal. Semestinya, Kementerian Energi mafhum bahwa dana CSR perusahaan negara tidak bisa dialokasikan sembarangan. Semuanya harus diputuskan melalui rapat umum pemegang saham, dalam hal ini oleh Kementerian BUMN. Kementerian Energi tak bisa seenaknya menekan PT Pertamina menggelontorkan dana bantuan tersebut.
Lagi pula, penggunaan dana CSR perusahaan BUMN sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 74 ayat 1 UU itu disebutkan, perseroan yang bergerak di bidang sumber daya alam wajib melaksanakan CSR. Jika tidak, mereka akan dijatuhi sanksi.
Dana CSR bisa dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur atau sarana pendidikan dan ibadah di tempat perusahaan beroperasi.
Aturan itu juga dengan jelas mengatur dua golongan penerima dana CSR, yaitu pemangku kepentingan dalam perusahaan–jajaran direksi, manajer, anggota staf, dan administrasi–serta pemangku kepentingan di luar perusahaan–konsumen, pemasok, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah.
Di luar itu tak ada lembaga lain yang boleh menikmati dana CSR.
Berlimpahnya dana yang dikelola BUMN, sekitar Rp 1.400 triliun, kerap dijadikan ladang pemerasan untuk mengeruk kepentingan pribadi ataupun kelompok. BUMN pun seakan menjadi sapi perah. Di zaman Menteri BUMN Dahlan Iskan, praktek yang sudah menjadi tradisi itu berupaya dikikis.
Dahlan mengelompokkan mereka yang sering mengintervensi dan memeras BUMN, antara lain orang-orang dekat kekuasaan, internal Kementerian BUMN, anggota DPR, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah daerah, penegak hukum, oknum media, kroni direksi BUMN, dan intervensi luar negeri.
Niat Kementerian Energi kali ini sama saja dengan kelompok yang disebut Dahlan itu. Mereka bermaksud memanfaatkan dana CSR PT Pertamina untuk kepentingan di luar yang sudah diatur undang-undang. Jelas ini menyalahi prosedur.
Seandainya disetujui, hal itu akan menjadi preseden buruk bagi BUMN lain. Beruntung, setelah diributkan di media, Kementerian Energi menarik kembali surat permintaan tersebut pada Jumat pekan lalu.
Surat yang diteken Sekretaris Jenderal Kementerian Energi, Teguh Pamudji, itu kabarnya sempat tak diketahui Menteri Ignasius Jonan.
Agar tak terulang, Menteri Jonan perlu mengambil tindakan berupa teguran keras. Bila perlu memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan praktek kotor ini. Pengawasan internal Kementerian Energi pun perlu dibenahi dan diperketat.
*********
Tempo.co