Perang Melawan Penyakit Mematikan

Perang Melawan Penyakit Mematikan

692
0
SHARE

Jeffrey D. Sachs, Guru Besar Kebijakan dan Manajemen Kesehatan dan Direktur Earth Institute pada Columbia University

Garut News, ( Senin, 04/11 ).

Ilustrasi. (Ist).
Ilustrasi. (Ist).

Salah satu keberhasilan paling mengesankan dalam program bantuan internasional pada dekade yang lalu adalah apa yang dicapai oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria.

Dana bantuan global ini telah menyelamatkan jutaan nyawa dan membantu negara di seantero dunia mengalahkan tiga penyakit yang epidemik.

Sekarang ia menyeru pemerintah dan sektor swasta di dunia untuk menyumbangkan dana bagi tiga tahun ke depan, sementara pemerintah dari berbagai negara yang akan menentukan besarnya bantuan ini, siap memutuskan pendanaan lebih lanjut tersebut awal Desember ini di Washington, DC.

Pada 2000, epidemi HIV/AIDS melanda negara-negara miskin di dunia, terutama di Afrika.

Obat-obatan antiretroviral baru telah dikembangkan dan digunakan di negara-negara kaya, tapi terlalu mahal bagi jutaan rakyat miskin.

Jutaan rakyat miskin meninggal karena AIDS, walaupun obat-obat yang baru itu sebenarnya bisa menyelamatkan nyawa mereka.

Dua penyakit pembunuh lainnya, yaitu malaria dan TBC, juga meningkat.

Kematian akibat malaria melonjak karena dana yang tersedia untuk layanan kesehatan di negara-negara miskin sangat tidak memadai dan juga karena parasit malaria sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga resistan terhadap obat-obatan biasa.

Namun potensi melawan malaria ini meningkat berkat perkembangan teknologi-teknologi baru, termasuk kelambu dengan insektisida yang melindungi mereka yang tidur di dalamnya dari gigitan nyamuk, serta diagnosis yang lebih baik dalam mengenali infleksi, dan generasi baru obat-obat yang sangat efektif.

Kembali pada 2000, negara-negara kaya tidak mengambil langkah yang memadai untuk melawan AIDS, TBC, dan malaria.

Arus bantuan sangat kecil.

Pada waktu itu, saya baru saja ditunjuk oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) untuk membantu mengusahakan pertemuan menteri keuangan dan menteri kesehatan dari berbagi negara guna menentukan apa yang bisa dilakukan dengan segera maupun dalam jangka panjang.

Kelompok penasihat kami, yang dikenal sebagai Commission on Macroeconomics and Health, merekomendasikan agar negara-negara kaya meningkatkan bantuan layanan kesehatan kepada negara-negara miskin, termasuk upaya melawan AIDS, TBC, dan malaria.

Bantuan akan menyelamatkan nyawa, meningkatkan kesejahteraan, dan mendorong pembangunan ekonomi.

Mantan Perdana Mentri Norwegia Gro Harlem Brundtland-Direktur Jenderal WHO pada waktu itu-sangat mendukung rekomendasi tersebut.

Dalam konferensi AIDS internasional di Durban, Afrika Selatan, pada Juli 2000, saya menggambarkan mengapa suatu dana global yang baru diperlukan untuk melawan AIDS.

Pada awal 2001, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan mengeluarkan seruan untuk dibentuknya Global Fund.

Para pemimpin dari seluruh dunia merespons seruan Annan.

Dalam waktu beberapa bulan sesudah itu, terbentuklah Global Fund.

Saya ingat hari-hari itu dengan jelas.

Para pakar kesehatan masyarakat menyambut lahirnya Global Fund.

Namun ada juga frustrasi dan kebingungan sementara mereka yang vokal anti-diluncurkannya bantuan luar negeri mulai menentang ditingkatkannya dana untuk melawan penyakit-penyakit itu.

Beberapa ekonom yang tidak banyak mengetahui soal kesehatan masyarakat menjadi penentang yang lantang.

Mereka mengajukan argumentasi berdasarkan ideologi pasar bebas, bukan berdasarkan bukti-bukti.

Mereka mengatakan bantuan luar negeri selalu gagal.

Untung, para pemimpin dunia mendengarkan suara pakar-pakar kesehatan masyarakat dan bukan suara mereka yang skeptis itu.

Pemerintahan Presiden AS George W. Bush memberikan dukungan yang kuat kepada Global Fund-dan meluncurkan program bantuan AS untuk melawan AIDS dan malaria.

Menjelang paruh kedua 2000-an, program melawan ketiga penyakit pembunuh utama itu diberlakukan di seantero dunia.

Kendati ditentang para skeptis itu, Global Fund memberikan dukungan finansial bagi dibagikannya secara cuma-cuma kelambu-kelambu anti-nyamuk, diagnosis, dan obat-obatan untuk melawan malaria.

Lihat saja hasilnya.

Untuk pertama kalinya dalam suatu generasi, kematian akibat malaria di Afrika mulai turun (dengan tajam di beberapa daerah).

Ratusan ribu nyawa, terutama anak-anak di Afrika, diselamatkan setiap tahun.

Anak-anak ini diselamatkan bukan saja dari kematian, tapi juga dari infeksi yang melumpuhkan, sehingga mereka bisa ke sekolah dan menjalani kehidupan yang lebih produktif di masa depan.

Hal yang sama terjadi dengan HIV/AIDS dan TBC.

Kembali pada 2000, sebelum dibentuknya Global Fund, orang-orang yang terinfeksi di negara-negara berkembang meninggal karena AIDS tanpa kesempatan menerima obat antiretroviral yang bisa menyelamatkan mereka.

Menjelang 2010, lebih dari 6 juta orang di negara-negara berkembang mendapat pengobatan antiretroviral.

Begitu juga pemeriksaan kesehatan dan pengobatan bagi penderita TBC meningkat tajam, termasuk di beberapa negara yang terkena infeksi yang meluas di Asia.

Mereka yang skeptis terbukti salah.

Bantuan untuk kesehatan terbukti berhasil.

Dunia telah memperoleh manfaat yang besar dari kemurahan hati, profesionalisme, kebaikan bersama, dan good sense.

Namun perjuangan memobilisasi pendanaan yang memadai terus berlangsung.

Banyak di antara mereka yang skeptis itu mengulangi lagi tentangan mereka yang melelahkan tersebut tanpa merujuk pada dekade bukti keberhasilan.

Sungguh mengejutkan bagaimana fundamentalisme pasar bebas mereka (atau sederhananya oposisi ideologis mereka terhadap bantuan macam apa pun) bisa membutakan mata mereka akan kebutuhan hidup-mati dan keampuhan pendekatan praktis yang sudah dikenali mereka yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat.

(Mereka juga buta terhadap metode profesional di bidang-bidang lainnya, seperti produksi pangan.)

Global Fund dengan mendesak menyerukan tersedianya setidak-tidaknya US$ 5 miliar setiap tahun untuk masa tiga tahun yang akan datang.

Jumlah yang kecil dikaitkan dengan ekonomi dunia (dan setara dengan kira-kira US$ 5 per orang di negara-negara berpendapatan tinggi).

Ia bisa dengan bijaksana menggunakan dua kali jumlah itu.

Tampaknya kemungkinan besar pemerintah AS akan sepakat menyumbang sepertiga dari jumlah US$ 5 miliar itu jika negara-negara lain di dunia menyumbang sisanya.

Inggris baru-baru ini sudah mengumumkan janji bantuan dan dunia menunggu pengumuman dari Jerman, Kanada, Australia, Jepang, serta negara-negara donor yang lama dan baru di Eropa, Timur Tengah, serta Asia.

Hidup atau matinya jutaan orang di seantero dunia bakal bergantung pada apa yang akan diputuskan pemerintah negara-negara tersebut pada Desember ini.

Semoga mereka dan kita memilih hidup. *

Hak cipta: Project Syndicate, 2013.

Sumber : Kolom/Artikel Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY