Penurunan Angka Kemiskinan Garut Masih Belum Optimal

Penurunan Angka Kemiskinan Garut Masih Belum Optimal

915
0
SHARE
Pengais Barang Rongsokan.

“Jika Dibandingkan Dengan Peningkatan APBD”

Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Kamis, 27/07 – 2017 ).

Pengais Barang Rongsokan.
Pengais Barang Rongsokan.

Meski terjadinya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Garut patut bersama diapresiasi positip, namun dinilai banyak kalangan masih belum optimal jika antara lain dibandingkan dengan berlangsungnya peningkatan APBD 2016 dibandingkan pada tahun anggaran sebelumnya, 2016.

APBD kabupaten pada 2015 silam mencapai sekitar Rp2,973 triliun, yang sempat defisit Rp545,766 miliar lantaran pengeluaran belanja daerah diproyeksikan mencapai Rp3,496 triliun. Sedangkan nilai APBD 2016 menjadi sekitar Rp3.742.883.308.433,15

Kepala “Badan Pusat Statistik” (BPS) kabupaten setempat Berdikarjaya, SE katakan per 2016 angka kemiskinan 11,64 persen (298.520 penduduk) atau menurun dibandingkan 2015 silam angka kemiskinannya 12,81 persen (325.700) penduduk, sehingga terjadi penurunan 1,17 persen angka kemiskinan tersebut.

Berdikarjaya, SE
Berdikarjaya, SE

Didesak pertanyaan Garut News di ruang kerjanya, Kamis (27/07-2017), Berdikarjaya mengemukakan diluar kewenangannya memberikan jawaban jika penurunan angka kemiskinan itu, dinilai tak berbanding lurus dengan besarnya ragam biaya yang terserap untuk menanggulanginya.

Namun katanya, dipastikan upaya penanggulangan kemiskinan ini ada yang langsung, serta tidak langsung yang hasilnya bisa dirasakan pada dua hingga tiga tahun mendatang, katanya.

Demikian pula mengenai indek daya beli masyarakat, bukan rendah melainkan peningkatannya  terjadi perlambatan, katanya pula.

Buruh Tani.
Buruh Tani.

Disusul daya beli penduduk Garut 2016 itu Rp7.079.000 per kapita per tahun, atau sekitar Rp19.600 per kapita per hari, atau meningkat dari tahun sebelumnya Rp19 ribu. Sehingga kini pemenuhan kebutuhan setiap makan untuk tiga kali makan selama sehari Rp6.500.

“Basis Perekonomian Usaha Berskala Mikro dan Kecil”

Kendati jumlah unit usaha/perusahaan di Kabupaten Garut menempati peringkat kelima di Jawa Barat, namun dari sisi jumlah tenaga kerja tercatat hanya menempati peringkat delapan terbesar dari 27 kabupaten/kota.

Menunjukan rata-rata jumlah tenaga kerja di kabupaten ini berada dibawah rata-rata tenaga kerja per unit di Jawa Barat, lantaran basis perekonomian di kabupaten tersebut adalah usaha berskala mikro dan kecil.

Bergelut Dengan Lumpur.
Bergelut Dengan Lumpur.

Menyusul berdasar hasil pendaftaran SE2016 di kabupaten setempat tercatat 259.141 usaha/perusahaan yang dikelompokan dalam 15 kategori lapangan usaha sesuai “Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia” (KBLI) 2015.

Terdiri 257.858 usaha/perusahaan (99,50 persen) berskala mikro dan kecil (UMK), serta 1.283 usaha/perusahaan (1,51 persen) berskala menengah dan besar (UMB).

Dibandingkan Sensus Ekonomi 2006 (SE06) yang mencatat 245.772 unit usaha/perusahaan, jumlahnya meningkat 5,44 persen. Jumlah unit usaha/perusahaan di kabupaten tersebut memberikan kontribusi 5,59 persen terhadap jumlah unit usaha/perusahaan di Jawa Barat.

Pedagang Kecil.
Pedagang Kecil.

Masih berdasar SE2016, unit usaha diluar pertanian di Kabupaten Garut tercatat sangat didominasi oleh usaha/perusahaan yang bergerak pada kategori perdagangan, reparasi dan perawatan mobil serta sepeda motor, yakni dengan share 48,12 persen atau 124.690 unit dari total 259.141 unit usaha/perusahaan.

Disusul usaha yang bergerak di kategori industri pengolahan serta kategori penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum dengan share masing-masing 18,47 persen dan 13,20 persen.

Sedangkan unit terendah tercatat pada kategori pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin dengan share hanya 0,06 persen, atau 146 unit usaha/perusahaan.

Kuli Melepas Lelah.
Kuli Melepas Lelah.

Sehingga jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Jawa Barat, jumlah unit usaha/perusahaan di Kabupaten Garut menempati peringkat lima terbesar dari 27 kabupaten/kota di bawah Bogor, Bandung, Kota Bandung, dan Sukabumi.

Perdagangan, reparasi serta perawatan mobil dan sepeda motor dengan share 37,64 persen menyerap 192.609 tenaga kerja dari total 511.673 orang. Disusul lapangan usaha kategori industri pengolahan dan kategori penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum dengan share masing-masing 23,76 persen dan 9,35 persen.

Sedangkan jumlah tenaga kerja terendah tercatat pada kategori lapangan usaha pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin dengan share yang hanya 0,18 persen, atau hanya menyerap 905 tenaga kerja.

Pada 2017 ini, akan dilaksanakan kegiatan SE2016 lanjutan, berupa pendataan rinci terhadap UMK dan UMB. Pencacahan terhadap UMK akan dilakukan secara sampel, sedangkan untuk UMB dilakukan secara lengkap kecuali kategori G (Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi serta Perawatan Mobil dan Sepeda Motor).

Sesuai dengan direktori usaha/perusahaan berskala menengah dan besar, pencacahan ini dilakukan untuk memeroleh informasi yang lebih rinci mengenai struktur ketenagakerjaan, struktur permodalan, struktur biaya dan produksi, prosfek usaha dan lainnya.

“Sumber Lain”

Sumber lainnya diluar BPS mengemukakan, kabupaten tersebut juga masih dihadapkan pada masalah rata-rata usia perkawinan pertama wanita masih di usia 18 tahun dari harapan di usia 20 tahun. Disusul masih rendahnya rata-rata kemampuan seorang perempuan melahirkan sebesar 2,56, dari diharapkan sebesar 2,1.

Kemudian, penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang juga masih rendah, hanya menunjukkan angka 23 persen. Kondisi itu menyebabkan drop out kepesertaan KB di Garut masih tinggi.

“Angka penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang ini diharapkan mencapai 30 persen pada 2019”

Sedangkan isu krusial lain juga mesti mendapat perhatian yakni Indeks Pembangunan Gender menggambarkan kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan mencapai 81,37 poin, masih rendah dibandingkan rata-rata Jawa Barat yang mencapai 89,11 poin.

“Dalam hal ini, Kabupaten Garut berada pada ranking 26 dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat”

Lalu, Indeks Pembangunan Gender sebagai alat ukur partisipasi aktif laki-laki dan perempuan pada kegiatan ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan mencapai 63,21 poin.

Atau masih rendah dibandingkan rata-rata Jawa Barat yang mencapai 69,02 poin. Sehingga Kabupaten Garut menempati ranking 14 dalam persoalan tersebut dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.

*********

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY