Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Rabu, 08/03 – 2017 ).
Ternyata penggunaan pakaian dinas harian atau seragam non PNS dibedakan dari seragam harian dinas PNS di lingkungan Pemkab Garut sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri ) Nomor 6/2016, hingga kini belum sepenuhnya efektif.
Bupati Rudy Gunawan juga baru mengeluarkan Surat Edaran mengenai pemakaian seragam non PNS tersebut pada 6 Maret 2017 ini dengan nomor 025/665/Org tentang Penggunaan Pakaian Dinas Non PNS di lingkungan Pemkab setempat. Disusul Surat Edaran Bupati Garut tertanggal 8 Maret 2017 bernomor 025/674/Org tentang Penggunaan Pakaian Dinas Non PNS di Lingkungan Pemkab.
Padahal sebelumnya dikeluarkan Peraturan Bupati Garut bernomor 22/2016 tentang penggunaan pakaian dinas di lingkungan Pemkab berkaitan Permendagri Nomor 6/2016 tentang perubahan ketiga atas Permendagri Nomor 60/2007 tentang pakaian dinas PNS di lingkup Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Ketentuan terbaru menyebutkan, semula penggunaan pakaian dinas bagi tenaga non PNS menggunakan pakaian dinas harian kemeja/baju putih, celana/rok warna hitam atau gelap maka mulai 8 Maret 2017 diubah.
Yakni pada Senin hingga Rabu menggunakan pakaian harian kemeja/baju putih, celana/rok warna khaki. Kamis menggunakan pakaian dinas harian baju khas Sunda, dan Jum’at menggunakan pakaian olahraga mulai pukul 07.30 WIB sampai 11.30 WIB, serta pakaian batik garutan mulai pukul 11.30 WIB sampai 16.30 WIB.
Sedangkan penggunaan jenis pakaian dinas bagi non PNS tertentu (non administrasi) disesuaikan kebutuhan diatur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing dengan tetap memerhatikan atribut dan kelengkapan pakaian dinas yang membedakan PNS dan Non PNS.
Yaitu pakaian Dinas Penanggulangan Bencana Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja, petugas pemadam kebakaran, Dinas Perhubungan, tenaga pendidik, petugas kebersihan, tenaga kesehatan, dan tenaga medis RSUD.
Pemberlakuan pemakaian seragam non PNS seperti tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkab sendiri mendapatkan respon beragam. Baik dari kalangan PNS maupun non PNS. Namun kebanyakan tenaga non PNS menyatakan berkebaratan, dan meminta ketentuan tersebut ditinjau ulang karena mengesankan diskriminatif.
“Ada-ada saja aturan ini. Pakaian saja harus beda. Apa manfaatnya ? Memang kami masih TKK. Tapi kalau kerjaan ya hampir samalah. Meski honor sangat jauh berbeda,” ungkap salah seorang tenaga kerja kontrak (TKK) di salah satu SKPD Pemkab Garut, Rabu (08/03-2017).
Ungkapan senada dikatakan pula Ketua Forum Aliansi Guru dan Karyawan (Fagar) Garut Cecep Kurniadi.
“Ini suatu bentuk diskrimiasi terhadap honorer. Memang secara status kami beda, dan kesejahteraan pun kami beda. Tetapi dalam hal perpakaian, akankah hal ini juga perlu dibedakan ?” tandasnya.
Padahal, lanjutnya, kerja honorer terlebih guru, sama-sama turut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjalankan semua kewajiban sama.
“Kami berharap dilakukan evaluasi atau ditinjau ulang terhadap kebijakan ini,” imbuhnya.
Namun sejumlah TKK lainnya mengatakan tak ada masalah dengan pembedaan seragam dinas harian tersebut.
“Tidak begitu jadi masalah. Malahan mungkin ada bagusnya. Jadi bisa kelihatan, siapa yang kerjanya serius dan rajin di Pemkab. Yang PNS atau bukan,” tegas salah seorang TKK bertugas di salah satu UPT di Kecamatan Sukawening.
*********
(NZ, Jdh).