Garut News ( Rabu, 15/01 – 2014 ).
Mahkamah Konstitusi akhirnya mengurangi wewenang DPR pada penentuan hakim agung.
Putusan ini diharapkan menjadi landasan membenahi lembaga yudikatif.
Selayaknya lembaga ini semakin bebas pengaruh kekuasaan.
Putusan itu, mengoreksi Undang-Undang Nomor 3/2009 tentang Mahkamah Agung.
Sesuai Pasal 8 ayat 1 hingga 4 undang-undang ini, DPR berwenang menyeleksi dan memilih calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial.
Para pemohon-terdiri calon hakim agung pernah dicoret DPR-meminta agar wewenang DPR dalam aturan itu diubah menjadi menyetujui, dan bukan memilih kandidat hakim agung.
Permohonan diajukan setahun lalu itulah baru-baru ini dikabulkan.
Majelis hakim konstitusi menilai aturan mengenai hakim agung tersebut tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada Pasal 24 A ayat 3 konstitusi ini jelas dinyatakan: calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial pada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Tak ada kata “diseleksi” atawa “dipilih”.
Tak hanya mengurangi wewenang DPR, putusan itu juga berarti memulihkan wewenang Komisi Yudisial.
Selama ini Komisi kudu mengusulkan tiga calon setiap pos hakim agung kosong.
DPR-lah kemudian menyeleksi, dan memilih mereka.
Dengan koreksi MK, Komisi Yudisial kini cukup mengusulkan satu calon satu posisi hakim agung.
Dewan tinggal menolak, atawa menyetujui kandidat hakim agung itu.
Jika DPR setuju, otomatis si calon diangkat resmi sebagai hakim agung oleh Presiden.
Mekanisme seperti itu bukan hal baru.
Penentuan Kepala Polri, dan Panglima TNI pun hanya mensyaratkan persetujuan DPR.
Mekanisme lebih simpel ini mengurangi pengaruh politik pada penentuan hakim agung.
Menjadi rahasia umum politikus Senayan kerap menyeleksi calon hakim agung bukan atas dasar kapabilitas dan integritas mereka, melainkan lewat pertimbangan politis.
Calon lolos seleksi hanyalah memiliki hubungan dekat atau “aman” bagi kalangan DPR.
Akibatnya, selama ini para politikus mudah mempengaruhi putusan para hakim agung.
Komisi Yudisial kini bisa berkonsentrasi menyiapkan calon hakim agung benar-benar berintegritas, berani memerangi korupsi, dan mumpuni di bidang hukum.
Lembaga ini tak perlu khawatir lagi adanya penyingkiran kandidat bagus oleh DPR.
Dewan memang masih memiliki hak menolak.
Tetapi penolakan terhadap kandidat hakim agung tanpa alasan masuk akal tentu dikecam publik.
Putusan MK diharapkan pula menjadi fondasi membenahi lembaga yudikatif.
Kewenangan lebih besar bagi Komisi Yudisial itu memang belum cukup.
Komisi ini semestinya mendapat wewenang pula membina, dan mengawasi total para hakim.
Namun, bagaimanapun, penentuan hakim agung wewenang penting, dan bisa mengubah wajah peradilan kita.
***** Opini Tempo.co