Garut News ( Jum’at, 14/04 – 2014 ).
Tindakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadikan Ahmad Al Gazali, putra musikus Ahmad Dhani, sebagai juru kampanye sungguh memalukan.
Mereka hanya memikirkan kepentingan partai belaka agar meraih suara lebih banyak, namun tak dipikirkan betapa besar mudarat tindakan itu.
Badan Pengawas Pemilu seharusnya menghukum langkah Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Apabila lembaga ini terus-menerus tutup mata, pelanggaran serupa semakin marak, ditiru partai-partai lain.
Melibatkan Al–begitu Al Ghazali biasa dipanggil–pada kampanye sungguh mencederai pemilu.
Al digandeng sepaket dengan artis-artis lain tergabung Republik Cinta Management.
Selain Al, ada artis lain, seperti Mulan Jameela (istri Ahmad Dhani), dan Mahadewi.
Mereka meramaikan kampanye PKB pada masa kampanye terbuka, 16 Maret hingga 5 April mendatang.
Saat Ketua PKB Marwan Ja’far menyatakan Al sengaja dirangkul demi meraup suara pemilih pemula, kontan saja pro-kontra meledak.
Nama Al sedang naik daun.
PKB ngotot memakai Al lantaran berharap artis belia itu mampu menarik pemilih pemula masih siswa sekolah menengah atas atawa mahasiswa.
Dengan strategi ini, Partai Kebangkitan Bangsa menargetkan masuk tiga besar pada Pemilu 2014 bertarget suara 13 persen suara nasional.
Ide itu sungguh konyol.
Mereka terang-terangan menabrak larangan melibatkan anak-anak dalam kampanye seperti disebutkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15/2013.
Dalam beleid itu pada Pasal 32 ayat 1 tegas disebutkan larangan partai politik memobilisasi warga negara belum memenuhi syarat sebagai pemilih.
Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak bahkan mengancam pelanggarnya dengan sanksi pidana lima tahun dan/atau denda Rp100 juta.
Tujuan aturan-aturan tersebut melindungi anak, secara fisik maupun psikis.
Siapa bisa menjamin kampanye bakal berlangsung aman?
Efek buruk keberadaan anak-anak pada arena kampanye jauh lebih besar ketimbang maslahatnya.
Biarkan anak-anak fokus pada “dunianya”, tak perlu ditarik-tarik hiruk-pikuk perseteruan politik.
Waktunya pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu segera bertindak.
Membiarkan pelanggaran itu terjadi memicu lahirnya pelanggaran-pelanggaran lain.
Al masih berusia 16 tahun pada masa kampanye, dan hari pencoblosan nanti.
Dengan demikian, PKB semestinya bisa dijerat dengan aturan-aturan itu.
Perlu kesadaran seluruh partai politik menaati aturan ini.
Nihilnya anak-anak pada kegiatan partai politik juga sama sekali tak menurunkan nilai partai, melainkan justru mengundang acungan jempol lantaran dipandang sebagai partai yang tertib aturan, bukan partai menghalalkan segala cara mendulang suara.
Menjadi partai bersih tentu merupakan satu nilai bagi sebuah partai, jelas berdampak jangka panjang.
*****
Opini/Tempo.co