Pejabat Jangan Takut Dikriminalkan

Pejabat Jangan Takut Dikriminalkan

607
0
SHARE

Ilustrasi Fotografer : John Doddy Hidayat.

Garut News ( Jum’at, 28/08 – 2015 ).

aa1Presiden Joko Widodo seharusnya tak perlu buru-buru mengeluarkan instruksi bahwa diskresi kepala daerah tak bisa dipidanakan. Salah-salah, kebijakan baru itu malah akan menyuburkan korupsi, yang justru sedang diperangi oleh negeri ini.

Diskresi adalah langkah yang diambil pejabat publik untuk mengatasi masalah pemerintahan ketika dihadapkan pada aturan yang tidak ada atau kurang lengkap. Tapi langkah itu juga tak boleh lepas dari asas-asas pemerintahan yang baik.

Termasuk mencegah kemungkinan pejabat membuat kebijakan yang menyimpang atau menyalahgunakan wewenangnya.

Memang, perintah Presiden, agar tak mudah mengkriminalkan pejabat, bisa dianggap sebagai kritik atas penegakan hukum yang menyimpang. Ada beberapa kasus ketika kebijakan pejabat dicari-cari unsur penyimpangannya, lalu dituntut ke pengadilan.

Namun kasus begini jauh lebih sedikit dibanding kasus kebijakan pejabat yang memang melanggar hukum.

Berbagai kasus pemidanaan kepala daerah dalam beberapa tahun belakangan ini faktanya memang mengandung unsur memperkaya diri, menyalahgunakan wewenang, suap, dan merugikan keuangan negara.

Empat hal itu jelas tindak pidana. Ini diatur tegas dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penegak hukum tentu tak boleh sembarangan memidana kepala daerah. Pemidanaan harus memenuhi sejumlah syarat, baik unsur perbuatan maupun pembuatnya. Komisi Pemberantasan Korupsi saja harus punya setidaknya dua bukti yang kuat sebelum dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Tugas kepala daerah adalah memimpin daerahnya menjadi lebih maju dan makmur. Kalau kepala daerah itu memang bersih, mereka tak perlu takut ketika akan mengambil kebijakan. Ada dua kemungkinan mereka takut membuat kebijakan.

Pertama, terbiasa dengan cara-cara lama yang menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri melalui kebijakan pembangunan. Ketika pengawasan terhadap korupsi diperketat, mereka tak bisa lagi “membangun”.

Orang semacam ini sebaiknya melepaskan jabatannya saja. Kedua, kurang paham soal batas-batas kewenangannya. Pejabat itu tak mengerti kebijakan macam apa yang tak tergolong korupsi atau melanggar hukum administrasi negara.

Hal ini terjadi mungkin karena pejabat tersebut tak menguasai ilmu hukum atau kebetulan menjabat karena popularitas belaka.

Perkara kedua ini mudah diatasi. KPK dan penegak hukum lainnya sebenarnya punya tugas pencegahan. Mereka bisa diminta mendidik para kepala daerah agar melek hukum antikorupsi.

Kepala daerah dapat pula berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melihat titik-titik mana dalam kebijakan itu yang rawan terhadap korupsi.

Dengan memahami tata kelola pemerintahan yang benar, pejabat daerah tak perlu takut menjadi korban kriminalisasi. Sebaliknya, aparat hukum pun harus diawasi. Kasus-kasus kriminalisasi tanpa dasar hukum yang kuat harus dicegah.

Lembaga pengawas, seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial, kudu diberdayakan. Janganlah ada pejabat yang berniat baik membuat terobosan namun menjadi korban kriminalisasi.

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY