Garut News ( Ahad, 06/04 – 2014 ).
Pari hibrida atawa hasil kawin silang antar-jenis ditemukan lewat analisis DNA sejumlah sampel pari tutul diambil dari Laut Jawa.
Adanya pari hibrida diduga terkait dengan eksploitasi ikan berlebihan di perairan tersebut.
Itu disampaikan Irma Shita Arlyza, peneliti genetika molekuler dan biologi kelautan dari Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, saat ditemui pada diskusi media di Jakarta, Kamis (03/04-2014).
“Dari 113 sampel ikan pari tutul kita ambil dari Laut Jawa, dan kita analisis secara molekuler, kami menemukan pari hibrida, artinya kawin dengan spesies lain,” ungkap Irma.
Spesies hibrida, kata Irma, sebenarnya suatu anomali.
Di alam, secara natural, satu spesies hanya akan mampu kawin dengan spesies sama.
Suatu spesies akan “memaksa diri” kawin dengan spesies berbeda apabila terdpat faktor tertentu.
Irma menduga, pari hibrida mungkin terjadi lantaran adanya eksploitasi berlebihan.
Akibatnya, populasi satu spesies berkurang, dan ketika akan kawin, jenis itu tak menemukan pasangan.
Akhirnya kudu kawin dengan spesies lain.
Tanda eksplotasi berlebihan bisa dilihat pada jumlah pari tutul jenis Himantura umbulata.
Irma mengungkapkan, dari sejumlah 113 sampel diambil dari delapan lokasi, hanya satu induvidu H. umbulata terkoleksi.
“Ini sangat kecil,” katanya.
Eksplotasi kemudian memicu adanya spesies hibrida, apabila terus terjadi, bisa mengancam kelestarian jenis itu sendiri.
Pasalnya, spesies hibrida selalu bersifat steril.
Jika terlalu banyak hibrida, populasi akan terus merosot.
Irma menuturkan, kaitan antara hibrida dengan ekploitasi berlebihan masih dugaan.
Namun, fakta Indonesia mengeksploitasi ikan berlebihan memang terjadi.
Ini mengancam kelestarian laut.
Pari tutul, salah satu jensi ikan banyak dimanfaatkan.
Menurut Irma, tak ada satu pun bagian tubuh ikan ini tak berguna.
Kulitnya bisa diolah menjadi barang komersial, dagingnya sebagai sumber protein, dan bagain dalam tubuhnya sebagai pakan hewan.
Penulis | : Yunanto Wiji Utomo |
Editor | : Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com |