Para ‘Tercela’ di Panggung Golkar

Para ‘Tercela’ di Panggung Golkar

780
0
SHARE

Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Senin, 30/05 – 2016 ).

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Dagelan politik yang ditampilkan Partai Golkar tak berhenti di Bali. Setelah dalam musyawarah nasional luar biasa mereka memilih ketua umum yang integritasnya penuh catatan belang, kini muncul daftar nama bermasalah yang disebut-sebut akan masuk menjadi pengurus partai.

Jika nama-nama itu benar terpilih, semakin sulit bagi Golkar untuk memperbaiki citra negatifnya selama ini.

Beberapa mantan narapidana korupsi, seperti Nurdin Halid dan Fahd El Fouz A Rafiq, terlihat memegang posisi kunci. Ada pula nama Sigit Haryo Wibisono, yang disebut akan dipilih menjadi Ketua Pemenang Pemilu Wilayah Jawa Timur.

Sigit adalah terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Dia dihukum 15 tahun penjara. Sejumlah nama lain tercatat sebagai tersangka kasus korupsi yang sedang berjalan.

Kalau mereka benar menjadi pengurus partai, Golkar telah melanggar aturannya sendiri. Menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, ada pakem dan aturan dalam menentukan kader untuk menduduki posisi di kepengurusan partai yang harus dipatuhi.

Golkar mencantumkan asas PDLT-singkatan dari prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela-sebagai kriteria penyaring.

Apakah pemimpin baru Golkar menganggap koruptor dan orang yang terlibat dalam pembunuhan bukan orang tercela? Jika jawabannya “ya”, konstituen Golkar semestinya mengoreksi partai ini. Mereka harus mengkaji ulang, apakah tetap layak mendukung Golkar atau sebaliknya: menempatkan mereka sebagai tak lebih dari warisan rezim masa lalu yang akan terus-menerus menjadi beban.

Para kader partai yang masih cukup waras dan punya martabat harus pula angkat bicara. Menerima dan masuk kepengurusan bersama orang-orang tercela itu sama saja dengan merendahkan diri dan menjadi setara dengan mereka.

Rakyat, yang kini jauh lebih cerdas, tentu akan mencatat dan mengingat bahwa partai semacam ini tak boleh dicoblos lagi dalam pemilihan umum mendatang.

Yang akan ikut tercoreng kemudian adalah wajah pemerintahan Jokowi-Kalla. Pesan yang tampil dalam sandiwara musyawarah di Bali begitu gamblang: ada restu Istana di balik terpilihnya Setya Novanto. Ada barter politik di sana. Novanto memastikan dukungan Golkar kepada pemerintah, dan beberapa kursi menteri mungkin akan menjadi jatah mereka.

Dan sampai di sini, kita boleh risau akan skenario berikutnya yang bisa saja terjadi: bagaimana jika orang-orang bermasalah itu, sebagai imbalan karena dukungan partainya ke pemerintah, terpilih sebagai menteri atau pejabat?

Adalah urusan internal Golkar untuk memilih siapa yang menjadi pengurusnya. Tapi, ketika Golkar berkoalisi dengan pemerintah, dan orang-orang bermasalah di sana ikut menentukan kebijakan publik, khalayaklah yang akan dirugikan.

*******

Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY