“Columnar Join, atau Jenis Struktur Batuan Polygonal”
Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Ahad, 30/07 – 2017 )
– Pakar geologi pada Pusat Sumber Daya Geologi Bandung Danny Zulkifli Herman menilai, fenomena kompleks bersusun Batu Raden di Margalaksana dan sekitarnya pada wilayah Kecamatan Bungbulang selatan Kabupaten Garut yang mirip situs Gunung Padang Cianjur, merupakan bentukan alam ketika magma menerabas keluar permukaan tanah.
Sehingga dia berpendapat, bukan sebuah situs peradaban kuno seperti selama ini banyak diperkirakan sejumlah kalangan.
“(Itu terjadi karena) Proses, dan waktu pembekuan yang berbeda. Meski komposisi magma yang sama. Bentukan alam terjadi secara alamiah,” Demikian Danny meyakininya saat dihubungi melalui pesan singkat, Ahad (30/07-2017).
Masih menurutnya, bebatuan bersusun berstruktur berupa balok/pancang/tiang/pilar tersebut, dalam dunia geologi disebut columnar join, atau jenis struktur batuan dalam bentuk bidang pecah/rekah berupa kolom/pilar persegi banyak (polygonal).
Terbentuk dari proses pendinginan leleran cairan magma yang menerobos ke permukaan tanah pada kondisi temperatur tekanan lingkungan yang sesuai. Arah struktur kolom lapisan batuan itu pun bisa memanjang terarah, bisa juga tak satu arah.
Sedangkan temuan berupa dinding batu belang, atau batu sisik berikut lempengan menyerupai undakan memisahkan bagiah bawah dinding batu dengan bagian atasnya dikenal dengan istilah sheet join.
Kumpulan struktur batuan berbentuk bidang pecah berupa lembaran ini, sejajar dengan permukaan tanah akibat penghilangan beban batuan tererosi di atasnya.
Secara keseluruhan, bebatuan di lokasi Batu Raden diduga kuat merupakan jenis struktur batuan berbentuk bidang pecah/rekahan relatif tak mengalami pergeseran pada bidang rekahannya.
Hal tersebut, bisa terjadi pada semua jenis batuan, dengan ukuran beberapa milimiter hingga ratusan kilometer, akibat proses tektonik, perlapukan maupun perubahan temperatur signigikan.
Kendati merupakan bentukan alam, Danny menilai perlu ada pengawasan, dan pengendalian penambangan di sekitar komplek Batu Raden melalui sinkronisasi penataan tata ruang, dan konservasi geologi.
“Yang akan mengubah (merusak) keberadaan bebatuan adalah perilaku manusia berupa penambangan bahan galian (batuan) untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur, property dan lain-lain,” imbuhnya.
Sedangkan mengenai kemungkinan potensi komplek Batu Raden dijadikan sebagai geopark agar bisa mendatangkan manfaat lebih banyak dan luas lagi bagi masyarakat, dia juga menegaskan hal itu perlu penela’ahan lebih lanjut.
“Konsep geopark harus memenuhi tiga unsur fenomena alam, yaitu biological diversity (keanekaragaman hayati), geological diversity (keanekaragaman geologi), dan cultural diversity (keanekaragaman budaya),” katanya.
Sebelumnya, Tim Paguyuban Jagaraksa Karuhun menyatakan, kalaupun fenomena komplek Batu Raden merupakan bentukan alam namun tetap ada keterlibatan perlakuan manusia di dalamnya. Sehingga lokasi tersebut laik dikatagorikan sebagai situs budaya, atau situs prasejarah, katanya pula.
*********
(NZ).