Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Kamis, 16/03 – 2017 ).
Kian banyak kalangan menyatakan keanehannya dengan pakaian dinas para kepala desa (kades) di Kabupaten Garut yang persis sama dengan pakaian dinas pegawai negeri sipil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) di lingkungan Pemkab setempat.
Terutama Pakaian Dinas Harian (PDH) warna khaki berikut kelengkapan sejumlah atributnya.
Lantaran, pakaian dinas tersebut diketahui merupakan pakaian dinas atau seragam PNS, sesuai Permendagri Nomor 6/2016 tentang perubahan ketiga atas Permendagri Nomor 60/2007 tentang pakaian dinas PNS di lingkup Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, dan Peraturan Bupati Garut bernomor 22/2016 tentang Penggunaan Pakaian Dinas di Lingkungan Pemkab Garut.
Para kades juga menggunakan pakaian lain yang serupa dikenakan oleh PNS sesuai jadwal penggunaan maupun kegiatannya.
Khusus penggunaan pakaian dinas non PNS, Bupati Garut mengeluarkan surat edaran nomor 025/665/Org tertanggal 6 Maret 2017, dan nomor bernomor 025/674/Org tertanggal 8 Maret 2017. Dengan ketentuan tersebut, seragam PNS dibedakan dengan seragam non PNS. Tepatnya tenaga kerja kontrak.
“Dengan ditetapkannya pakaian dinas bagi PNS, berarti di luar PNS tak boleh memakainya. Kami honorer perawat dibedakan warna seragamnya biru, dan bidan hijau. Mengapa kami harus dibedakan, sedangkan kades dan perangkatnya kan juga bukan PNS. Tapi kok tak dibedakan?,” ungkap salah seoerang TKK di salah satu Puskesmas di kawasan Garut tengah, Kamis (16/03-2017).
Ungkapan senada dikemukakan Ketua DPD Laskar Indonesia Kabupaten Garut Dudi Supriadi.
Menurutnya, diaturnya penggunaan pakaian dinas bagi PNS itu menegaskan jika penggunaan pakaian dinas ini melekat dengan status dan jabatan penggunanya. Sehingga bagi mereka yang di luar PNS maka tak diperbolehkan menggunakannya.
“Apakah kades dan perangkatnya itu statusnya PNS atau bukan? Jika bukan, maka seharusnya tak boleh menggunakannya. Lalu bagaimana sebenarnya pakaian dinas yang mestinya mereka gunakan ? Itu yang mestinya dijelaskan dan ditegaskan pemerintah,” ujarnya.
Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Garut Natsir Alwi katakan, sejauh ini ketentuan yang ada baru sebatas mengatur penggunaan pakaian dinas bagi pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah. Khususnya bagi kalangan PNS.
Sedangkan bagi kalangan non PNS, tepatnya tenaga kerja kontrak (TKK)/honorer, tak diatur secara khusus. Termasuk pakaian dinas kades berikut perangkatnya.
“Pakaian dinas non PNS, atau TKK dibedakan dengan PNS supaya ada perhatian terhadap TKK. Kan, harus diukur. TKK itu tak selamanya bertugas. Sebab terikat kontrak. Beda dengan PNS,” katanya.
Sedangkan penggunaan pakaian dinas kades hingga kini masih persis sama dengan pakaian dinas PNS, sebut Natsir, hal itu karena masih menggunakan ketentuan lama, warna khaki, seperti pakaian PNS.
“Memang sebaiknya dibedakan, dan SKPD terkait selaku leading sector bagusnya mengkaji dan merumuskan bagaimana sebaiknya pakaian dinas kades berikut perangkatnya itu. Apa perlu diatur secara khusus, atau tidak,” imbuhnya.
Menurut Asisten Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Garut Didit Fajar Putradi, penggunaan pakaian dinas para kades di Garut selama ini mengikuti berlaku di lingkungan pemerintah daerah. Termasuk tata naskah, dan lainnya menyangkut urusan pemerintahan desa.
Sehingga tak heran jika ketika hari tertentu PNS di pemerintah daerah Garut menggunakan pakaian warna khaki maka kades pun menggunakan pakaian sama. Begitu pun ketika berlaku penggunaan pakaian adat, batik, dan lainnya. Para kades pun turut menyesuaikan.
“Memang mereka bukan PNS. Tetapi mereka juga kan bagian dari pemerintahan daerah di tingkat paling bawah. Meski memang semestinya soal ini dirumuskan. Terutama oleh leading sector terkait, dan dikomunikasikan dengan Kementerian Desa,” kata dia.
********
(NZ, Jdh).