Jakarta, Garut News ( Sabtu, 23/03 – 2014 ).
Proses pencarian pesawat Malaysia Airlines hilang sejak dua pekan lalu masih terus dilakukan hingga hari ini.
Kini, pencarian belasan negara dipusatkan pada daerah baru disebut Roaring Forties, terletak di Samudra Hindia bagian selatan.
Lokasi yang terletak sekitar 1.600 kilometer barat daya Perth, Australia, itu pun disebut-sebut sebagai salah satu lokasi paling sulit diakses.
Dilansir Washington Post, Sabtu, 22 Maret 2014, istilah Roaring Forties diperkenalkan para pelaut akrab dengan ekspedisi lautan.
Kata “Roaring” merujuk pada embusan angin barat sangat kuat hingga menimbulkan gemuruh kencang.
Sedangkan istilah “Forties” mengacu pada lokasi daerah disesuaikan garis lintang selatan, terletak mulai pada 40 derajat.
Angin kencang pun kerap terjadi di kawasan itu, lantaran perubahan cuaca bisa terjadi cepat.
Itu disebabkan lokasinya berada pada zona transisi antara daerah subtropis tenang, dan pusaran hawa dingin sekitar Kutub Selatan.
Tak adanya gunung maupun daratan lain membuat angin bisa bertiup kencang dengan mulus, sehingga kecepatannya bisa menjadi tercepat di dunia.
Matthew England, peneliti perubahan iklim dari University of New South Wales, Sydney, mengatakan keberadaan Roaring Forties dulunya amat membantu para pengusaha ekspedisi.
Kebedaraan angin kencang kerap menjadi pertanda bagi navigator kapal mengetahui keberadaan mereka di Samudra Hindia.
Lokasi itu pun menjadi rute navigasi populer dari Afrika menuju Australia.
Hanya saja, dia memeringatkan arus berada di kawasan itu cukup cepat, dan rumit untuk diprediksi.
Soalnya, kontur dasar laut di daerah Roaring Fortis terdiri banyak bukit dan tebing memengaruhi arus laut.
Keberadaan “bukit dan tebing” laut membuat lautan itu menjadi berbahaya sebab seperti arus hidup.
“Itu kawasan banyak pusaran airnya,” kata England.
Proses pencarian pesawat Malaysia Airlines, daerah itu bisa dijangkau menggunakan pesawat terbang.
Perjalanan tim pencari pun menelan waktu delapan jam bolak-balik Perth-Roaring Forties-Perth.
Kondisi itu membuat tim cuma memiliki waktu dua jam melakukan pencarian di perairan tersebut.
England mengatakan pencarian dilakukan sejak Kamis, 19 Maret 2014, bakal semakin sulit.
Sebab, angin kencang berembus di kawasan tersebut pada setiap akhir pekan.
Kondisi demikian bakal menghasilkan hujan lebat, dan ombak setinggi 30 kaki membuat jarak pandang terbatas.
Cuaca seperti itu, kata dia, membuat pesawat rentan terkena turbulensi.
Dia juga tak yakin puing pesawat sempat terlihat sebelumnya masih berada di posisi sama pada kondisi demikian.
WASHINGTON POST | ABC NEWS | DIMAS SIREGAR/Tempo.co