Merekrut Presiden

Merekrut Presiden

858
0
SHARE

 -Flo. K. Sapto W, Praktisi pemasaran

Jakarta, Garut News ( Selasa, 13/05 – 2014 ).

Ilustrasi. Mengantar Generasi Dengan Keuletan dan Kesabaran. (Foto: John Doddy Hidayat).
Ilustrasi. Mengantar Generasi Dengan Keuletan dan Kesabaran. (Foto: John Doddy Hidayat).

Pemimpin tertinggi di sebuah institusi umumnya membawa atmosfer tersendiri.

Misalnya, petinggi sebuah perusahaan sayuran dan makanan segar sangat mengutamakan suasana kekeluargaan.

Sapaan ramah dan kebiasaan selalu datang lebih pagi dan pulang paling akhir menjadi stimulus positif.

Adapun pemimpin di grup perusahaan lain sangat menekankan produktivitas.

Output karyawan dihitung layaknya sebuah mesin.

Sementara itu, ada juga pemimpin korporasi yang gemar sekali mengumbar caci-maki dan umpatan.

Pemilik tidak pernah terlepas dari perbandingan kinerja para middle manager-nya dengan para penghuni kebun binatang.

Anjing ekspatriat peliharaan pemilik perusahaan sering kali dipuji lebih cerdas daripada jajaran struktural perusahaan.

Meeting reguler di sebuah perusahan minuman juga dikenal sebagai arena akrobat.

Pemimpin tertingginya sangat gemar melempar segala jenis alat kantor.

Setiap kali ada ketidakbecusan kinerja, akan ada lemparan pena, penghapus, spidol, bahkan hand phone.

Konon, dua situasi terakhir-yaitu umpatan dan lemparan-dipercaya cukup efektif meningkatkan optimalisasi kinerja.

Namun, bagi para sebagian eksekutif muda, situasi itu ditanggapi dengan santai.

Gaji puluhan juta cukup sebanding dengan risiko itu.

Bagi studi menejemen sendiri, tipe karakter atau perilaku manakah yang sebaiknya dimiliki oleh para pemimpin atau pemilik perusahaan?

Menurut Gary Yukl dalam Leadership in Organizations (2010), pola kepemimpinan yang efektif adalah kombinasi antara task oriented behaviors, relations oriented behaviors, dan change oriented behaviors.

Ketiganya secara sederhana dijabarkan sebagai gabungan dari perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada operasionalisasi pekerjaan, pendekatan relasional, dan ketanggapan terhadap perubahan.

Apakah pendekatan perilaku ini berlaku juga dalam penetapan karakter calon presiden?

Tanpa bermaksud menyederhanakan faktor ideologi, dikotomi pemimpin perusahaan atau kepala negara, serta kompetensi lainnya, pada prinsipnya, secara manajerial, pemilihan presiden identik dengan upaya perekrutan pada umumnya.

Tujuan perekrutan sendiri, seperti yang dijelaskan oleh William P. Anthony, et al., dalam Human Resource Management (2006), adalah mendapatkan kandidat yang mampu mematuhi prosedur dan kebijakan perusahaan.

Pada saat yang sama, kandidat juga dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya.

Dalam prakteknya, terobosan-terobosan inovatif sering kali bisa didapatkan dari kandidat yang memiliki pengalaman organisasi sosial kemasyarakatan yang beragam.

Hal ini akan berbeda dengan kandidat yang relatif hanya berkutat dalam komunitas yang seragam-misalnya organisasi intra sekolah.

Berdasarkan rekam jejak, kecenderungan perilaku kandidat juga bisa didapatkan.

Kecenderungan ini umumnya akan terlihat pada kondisi spesifik (marah, sedih, terpojok, dan lainnya).

Di sinilah kandidat akan menunjukkan karakter aslinya, apakah ia cenderung berperilaku panik, murka, emosional, atau tetap bijaksana dan tegas.

Satu hal yang telah dijadikan catatan-terutama oleh publik sebagai pemilik saham negeri ini-karakter tegas tentu  tidak sama dengan kejam.

******

Kolom/Artikel : Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY