Asvi Warman Adam, Sejarawan LIPI
Jakarta, Garut News ( Senin, 03/02 – 2014 ).
Garuda Indonesian Airways adalah perusahaan nasional yang terus mengembangkan sayapnya.
Sempat merosot reputasinya karena bersaing dengan perusahaan penerbangan yang mematok tarif lebih murah, kini Garuda telah mempunyai pelanggan sendiri yang bersedia membayar sedikit lebih tinggi asalkan bisa terbang relatif tepat waktu.
Sesungguhnya maskapai ini dapat menjadi kebanggaan Indonesia.
Sayangnya, bagaikan anak haram yang tidak jelas asal-usulnya, ia tidak memiliki tanggal lahir yang jelas.
Tanggal 26 Januari diperingati sejak 1979 sebagai kelahiran Garuda.
Tanggal ini mengacu kepada penerbangan pertama pesawat Indonesian Airways (yang merupakan charter flight) dari India ke Burma pada 1949.
Dari mana asal pesawat ini?
Pada 1948, Presiden Soekarno meminta rakyat Aceh menyumbang untuk Republik.
Dalam waktu tidak begitu lama, terkumpul emas sebanyak 20 kilogram.
Dengan emas itu, dibeli di Singapura oleh Wieweko sebuah pesawat C-47 Dakota yang kemudian dioperasikan AURI sebagai alat transportasi bagi pejabat negara.
Sebagai tanda terima kasih kepada rakyat Aceh, pesawat itu diberi nama Seulawah (Gunung Emas), sebuah nama gunung di Aceh.
Tugas pertamanya membawa Wakil Presiden Hatta ke beberapa kota di Sumatera.
Awal Desember 1948, pesawat itu harus diservis di Calcutta, India.
Namun, karena 19 Desember 1948 terjadi agresi militer kedua, pesawat itu tidak bisa pulang ke Tanah Air.
Sembari menunggu, pesawat itu disewakan kepada pemerintah Burma dengan memakai nama Indonesian Airways.
Setelah beberapa kali melakukan operasi penerbangan, Indonesian Airways dilikuidasi pada Agustus 1950.
Jadi, sebetulnya Indonesian Airways tak ada hubungan sama sekali dengan Garuda Indonesian Airways.
Yang unik dan tentu keliru, penetapan tanggal lahir Garuda melalui surat hibah.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Ashadi Tjahjadi menghibahkan hari lahir Indonesian Airways kepada Wieweko, pimpinan Garuda Indonesian Airways, pada 26 Januari 1979.
Surat hibah itu diketik pada kertas dinas berlogo TNI AU tanpa nomor registrasi dan cap jabatan KSAU.
Dengan kata lain, surat itu tidak tercatat sebagai surat yang pernah dikeluarkan TNI AU, melainkan dapat dianggap sebagai surat pribadi Ashadi Tjahjadi.
Kebijakan di atas diambil karena 31 Maret tidak disukai oleh pimpinan Garuda seperti Lumenta, karena pada tanggal tersebut tahun 1950 perusahaan penerbangan diserahkan kepada pihak Indonesia oleh Belanda.
Mereka tidak senang perusahaan ini dikaitkan dengan Belanda, walaupun secara de jure sebetulnya 31 Maret 1950 merupakan kelahiran perusahaan penerbangan Garuda.
Bila kedua tanggal tersebut (26 Januari dan 31 Maret) bermasalah dan ditolak, solusinya, menurut hemat saya, memilih tanggal 28 Desember.
Pada tanggal ini, tahun 1949, diterbangkan Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran, Jakarta, dengan memakai pesawat yang berlogo Garuda Indonesian Airways dan sayapnya dicat merah-putih.
Bung Karno sendiri yang memberi nama Garuda untuk perusahaan penerbangan nasional tersebut.
Di atas pesawat terdapat juga keluarga Sukarno, putra-putrinya, Guntur dan Megawati, serta Ibu Negara Fatmawati yang saat itu sedang hamil.
Ini merupakan penerbangan perdana Garuda sekaligus secara de facto kelahiran Garuda Indonesian Airways.
***** Kolom/artikel Tempo.co