Mengenang Wallace, Menatap Wallacea

Mengenang Wallace, Menatap Wallacea

614
0
SHARE

Garut News ( Selasa, 19/11 ).

Ilustrasi keakraban Alfred Russel Wallace, dan Charles Darwin dipamerkan pada peringatan 100 tahun wafatnya Wallace di Wakatobi, Sulawesi Tenggara | Agus Prijono
Ilustrasi keakraban Alfred Russel Wallace, dan Charles Darwin dipamerkan pada peringatan 100 tahun wafatnya Wallace di Wakatobi, Sulawesi Tenggara | Agus Prijono

Melewati pengamatan bertahun-tahun, dari Ternate pada 9 Maret 1858, Alfred Russel Wallace menulis “On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type.”

Dalam kegesaan, makalah ringkas itu dia tulis selama dua malam, setelah lebih dari sepuluh tahun dia berspekulasi, dan melakukan penelitian cermat.

Tulisan itu dikirim via pos dengan kapal Belanda, tepat setahun sebelum Charles Darwin merilis karyanya yang terkenal: ‘On the Origin of Species’.

Pada 2008 lalu, melalui ‘International Conference on Alfred Russel Wallace and The Wallacea’ di Makassar, peristiwa Ternate itu diperingati sebagai peristiwa akbar berulang tahun ke-150.

Tahun ini, tepat seratus tahun wafatnya Wallace pada 7 November 1913 dirayakan Wallace100 di seluruh dunia.

Di Indonesia, Wallace100 dirayakan dengan The Second International Conference on Alfred Russel Wallace and the Wallacea, dengan tagline “Defining Wallacea”, di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 10 – 13 November lalu.

Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Sangkot Marzuki menuturkan seluruh dunia merayakan Wallace100.

“Ada seminar, pameran di Singapura, Sarawak, India, Cina dan Inggris,” ungkap Sangkot di Wakatobi.

Kenangan bagi Wallace digelar di pelbagai kota di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Brazil, India, Sarawak, Singapura, dan kepulauan Nusantara.

Sangkot mengemukakan, karya unggul Wallace lahir dari perjalanan di Indonesia.

“Memang ada ditulis di Serawak, tetapi karya sejatinya ditulis di Ternate,” tuturnya merujuk pada naskah Wallace tentang evolusi.

Selain karya tulis tentang teori evolusi itu, satu warisan Wallace hingga kini abadi di Indonesia, garis Wallace membelah kawasan Nusantara.

Garis ini membentang dari Selat Lombok hingga ke utara menembus Selat Makassar.

Itulah, membedakan konferensi di Wakatobi dengan perhelatan lain di dunia.

“Konferensi lain masih membahas siapa lebih dahulu menemukan teori evolusi, Charles Darwin ataukah Wallace. Murni mengingat yang lama. Itu penting, lantaran kita kudu mengenang jasa pendahulu. Tetapi kita unik, sebab punya Wallacea,” Sangkot menjelaskan.

“Tak mungkin Singapura, Sarawak, atawa negara lain mengangkat tentang Wallacea.”

Wallacea mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara sebagai zona transisi terkurung dari Asia ataupun Australia oleh laut dalam.

Dengan demikian, warisan Wallace dunia itu berada di Indonesia.

Kawasan Wallacea dikenal bergelimang keanekaragaman hayati, baik di darat atawa perairan.

Tak mengherankan, perayaan dihadiri para pakar ini membahas masa depan Wallacea sebagai warisan masyarakat dunia.

Kondisi geografi unik, dengan pulau-pulau hasil pergulatan geologi jutaan tahun silam, mensyaratkan keseimbangan pembangunan dan konservasi.

“Fokusnya tak hanya daratan, namun juga kudu menyangkut perairan,” imbuh Sangkot.

Pesan itulah, ingin digemakan konferensi Wallace100 di Wakatobi kali ini.

“Kalau di tingkat daerah, di Ternate, Wakatobi, Makassar, mengerti nilai penting kawasan Wallacea,” bebernya.

“Kita ingin menyentuh para pengambil kebijakan di Jakarta.”

(Agus Prijono/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY