HASANUDIN ABDURAKHMAN, Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.
Kompas.com – 21/04/2017, 18:16 WIB
Tahun lalu dalam kunjungan ke Jepang, saya bertemu dengan seseorang yang sudah agak tua, usianya 60 tahun lebih. Sambil makan malam, obrolan kami masuk ke bahasan soal media sosial. Orang ini tidak punya akun media sosial apapun. Ia heran dengan orang yang main media sosial.
“Kenapa saya harus membagikan foto saya saat makan, atau bepergian, untuk dilihat orang lain?” tanyanya heran. Saya tak heran dengan pertanyaan itu. Ada begitu banyak orang yang heran dengan perilaku manusia di dunia maya. Untuk apa itu semua?
Suka atau tidak, media sosial adalah kebutuhan sebagian orang. Kalau bukan kebutuhan, produk ini tidak akan jadi industri, bukan? Sebagaimana produk lain, ada yang tidak membutuhkannya. Itu pun biasa saja.
Tapi pertanyaan tadi penting untuk dijawab. Untuk apa kita membagikan foto saat kita makan? Atau, makanan yang kita makan. Untuk apa kita membagikan foto anak kita? Atau, foto liburan keluarga kita?
Jawabannya bisa beragam. Kadang kita ingin memamerkan kebahagiaan kita, atau keberadaan materi kita. Ada juga yang ingin memamerkan, dengan siapa saja dia bergaul. Baik dengan kalangan elit, maupun dengan kalangan pinggiran, keduanya ingin memamerkan.
Kita sedang membangun citra diri. Ada yang mencitrakan dirinya sebagai orang sukses dan kaya, ada pula yang membangun citra sederhana. Masalah? Tidak. Membangun citra, itu hal yang biasa saja. Dalam kehidupan keseharian pun, kita sedang membangun citra.
Yang tidak bagus adalah membangun citra palsu. Orang miskin berlagak kaya. Korup, tapi sok suci. Atau, membangun citra yang berlebihan. Kalau isi media sosial Anda hanya pamer kekayaan, apakah Anda tidak punya hal lain dalam hidup?
Tapi tidak sedikit orang yang sekadar menjadikan media sosial sebagai tempat berbagi kabar dengan teman, atau sanak saudara. “Kami sedang berkunjung ke sini, lho.” Atau,”Kami sedang melakukan ini, lho.”
Ada pula yang menggunakan media sosial untuk mempengaruhi orang lain. Ia melakukan propaganda. Propaganda bisa positif, bisa pula negatif secara absolut, bisa pula secara relatif. Tujuan propaganda adalah untuk menggiring orang pada suatu pemikiran, nilai, atau bahkan untuk bertindak.
Propaganda dengan mudah bisa kita temukan di media sosial. Bahkan, mungkin ini salah satu komponen terbesar media sosial kita. Propaganda politik, agama, kepentingan golongan. Hal terpenting pada propaganda adalah, ia tidak begitu mementingkan basis fakta, atau kebenaran. Yang penting adalah bagaimana menggiring orang.
Ada begitu banyak pengguna media sosial yang ambil bagian dalam permainan propaganda. Ingat, kunci terpenting pada media sosial adalah pada peran para pengguna. Suatu muatan tidak akan bermakna kalau tidak diteruskan secara massal, menjadi viral. Kekuatan media sosial bukan sekedar pada pembuat muatannya, tapi justru pada penyebarnya.
Tanpa disadari, banyak orang yang menjagi bagian sebuah propaganda. Ikut menyebar sesuatu, yang ia sendiri mungkin tidak tahu. Korban propaganda, mencari korban lain.
Sebaiknya bagaimana? Tetapkanlah nilai, lalu bermainlah di dunia sosial media berdasar nilai itu. Lebih penting lagi, jadikan media sosial sebagai tempat untuk mengevaluasi nilai-nilai yang kita anut. Persis seperti saat bergaul di dunia nyata, di mana kita hidup dengan nilai, Dalam interaksi, kita mengubah nilai kita, atau membuat orang lain mengubah nilainya.
Dalam media sosial, saya banyak membuat posting tentang nilai yang saya anut, misalnya soal ketertiban sosial, kebersihan lingkungan, good governance, self development, toleransi, pendidikan, kehangatan keluarga, dan sebagainya.
Saya posting foto makanan, kemudian saya berbagi pengetahuan tentang makanan itu, resep, tempat kuliner, atau seluk beluk lain terkait dengannya. Demikian pula saat liburan, saya berbagi informasi tentang tempat liburan, serta nilai tentang bagaimana kehangatan keluarga saat liburan.
Tapi, seperti saya ungkap di atas, saya juga narsis, membangun citra, pamer dan sebagainya. Hal-hal yang biasa dilakukan banyak orang di media sosial.
Ingat, media sosial adalah tempat di mana orang bisa melihat kita. Apa yang ingin kita perlihatkan? Dalam istilah keren, ini adalah tempat untuk melakukan personal branding. Maka, biasakan untuk menghasilkan dan membagikan gagasan di media sosial. Orang akan mengenal Anda melalui gagasan itu.
Saya menikmati hasil dari kegiatan di media sosial. Saya menjadi penulis, baik kolom maupun buku. Bahkan ada yang berminat mengumpulkan meme buatan saya menjadi sebuah buku. Saya juga diundang ceramah di banyak tempat, dengan tema yang bervariasi.
Nah, penting bagi setiap orang untuk bertanya pada diri sendiri, apa yang dia hasilkan dari aktivitas media sosial.
EditorWisnubrata
*******
Kompas.co