Senin , 01 May 2017, 06:00 WIB
Red: Maman Sudiaman
Oleh : Ikhwanul Kiram Mashuri
REPUBLIKA.CO.ID, Di Al Azhar, Mesir, ada sebuah lembaga baru. Namanya Mirshod Al Azhar. Dibentuk pada Juni 2015. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Al Azhar Observer. Ustad Quraisy Shihab, profesor dan doktor ilmu tafsir yang juga anggota Majelis Hukama al Muslimin, menerjemahkan mirshod sebagai pengamatan atau pemantauan.
Al Azhar sendiri mendefinisikan lembaga baru itu sebagai ‘Ainu Al Azhar an Nadziroh ‘ala al ‘Alam atau Al Azhar’s Eye on the World alias Mata Al Azhar Memantau Dunia. Sedangkan saya — setelah berkunjung dan melihat apa yang dilakukan lembaga itu — lebih suka menyebutnya sebagai Mata Elang Al Azhar.
Ya, mata elang. Sebagai burung pemburu, mata elang selalu tajam mengawasi sasarannya. Setelah sasaran ditentukan, dari sebuah ketinggian ia bisa saja dengan cepat terbang rendah dan manyambar sasaran objeknya. Begitu pun dengan Mirshod Al Azhar — selanjutnya ditulis Mirshod.
Medannya memang bukan hutan, gurun sahara atau udara terbuka sebagaimana burung elang. Medan buruan Mirshod adalah belantara internet. Dari mulai web, media sosial , hingga TV Channels, majalah, koran, dan lainnya. Intinya, semua media yang bisa diakses lewat internet adalah medan buruan Mirshod.
Para pemburu inti di Mirshod berjumlah sekitar 80 orang. Mereka anak muda pilihan. Mereka enerjik. Banyak bergelar doktor berbagai jurusan. Mereka menguasai beberapa bahasa asing. Melek teknologi informasi.
Mereka bekerja dengan diam di sebuah ruangan nyaman di Gedung Mashikhotu Al Azhar di kawasan Dirasah, Kairo. Di gedung ini pula Grand Sheikh Al Azhar Dr Ahmad Thayib berkantor.
Dari gedung inilah mereka memburu kelompok-kelompok atau siapa pun yang menjelekkan citra Islam dan umat Islam melalui sebelas bahasa di media internet. Yaitu: Arab, Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Turki, Urdu, Parsi, Cina, dan bahasa-bahasa Afrika.
Melalui sebuah analisa di Mirshod Al Azhar, minimal ada dua kolompok besar yang sering menjelekkan citra Islam dan umat Islam. Pertama, kelompok-kelompok ekstrimis, radikalis, dan teroris seperti Alqaida atau kelompok yang menyebut dirinya sebaga ISIS alias Islamic State of Iraq and Syria.
Mereka, sebagaimana disampaikan berkali-kali oleh Sheikh Al Azhar Dr Ahmad Thayib dalam berbagai kesempatan, selalu mengatasnamakan Islam dan Umat Islam. Padahal, katanya, mereka — kelompok-kelompok radikalis dan teroris itu — tidak ada hubungannya sama sekali dengan Islam dan umat Islam. Mereka justeru musuh umat Islam dulu sebelum lainnya.
Kini Mirshod merupakan satu-satunya pemantau di Timur Tengah yang menerjemahkan dan menganalisa semua yang diterbitkan ISIS dalam berbagai bahasa asing. Seperti majalah Dabik, Daru al Islam, Amka, al Khilafah dan sebagainya.
Obyek buruan Mirshod yang kedua adalah mereka yang selama ini selalu menebarkan kebencian kepada Islam dan umat Islam. Atau apa yang di dunia Barat disebut sebagai Islamophobia. Terutama mereka yang menebarkan kebenciaan itu lewat media internet dengan berbagai platformnya.
Tim pemburu di belantara internet — baik terhadap kelompok radikalis dan teroris maupun yang menebarkan kebencian terhadap Islam dan umat Islam — disebut sebagai tim pemantau. Hasil pantauan mereka lalu dianalisa oleh tim lain, bekerja sama dengan Lembaga Syariat Al Azhar.
Hasil analisa yang didasarkan pada fatwa-fatwa Lembaga Syariah ini lalu dilemparkan kembali ke media internet. Baik media sosial, Web, maupun lainnya. Cara penyampaiannya pun disesuaikan dengan cara dan gaya bahasa audiens masing-masing. Terutama audiens anak-anak muda.
Respon atau jawaban Mirshod terhadap mereka yang menjelekkan citra Islam di berbagai media internet itu tentu saja didasarkan pada risalah atau visi dan misi Al Azhar. Yaitu Islam moderat, rahmatan lil’alamin, membawa perdamaian, Islam yang menyejukkan dan bukan Islam yang mengancam, dan seterusnya.
Mirshod tentu saja hanyalah salah satu dari lembaga untuk menyampaikan visi dan misi Al Azhar tadi. Lainnya masih banyak. Antara lain lewat Ikatan Alumni Al Azhar yang tersebar di berbagai penjuru dunia.
Yang terbaru adalah bekerja sama dengan Majelis Hukama al Muslimin untuk menyelenggarakan Global Peace Forum dengan dikemas sebagai Muktamar Al Azhar al ‘Alamy li as Salam alias Konferensi Internasional Al Azhar untuk Menciptakan Perdamaian. Konferensi itu berlangsung selama tiga hari (26-28 April) di Kairo.
Di sisi lain, tampaknya sikap Al Azhar itu juga telah lama dipantau oleh ‘radar’ Vatikan di Roma. Hasilnya ‘positif’. Kedua tokoh — Paus Fransiskus dan Grand Sheikh Al Azhar — mempunyai kesamaan pandangan mengenai apa yang terjadi di dunia.
Dari masalah teroris, kemiskinan, hingga menangani para imigran dari negara-negara Arab. Mereka juga bisa bekerja sama untuk menciptakan perdamaian di tengah dunia yang sedang bergejolak. Apalagi Paus Fransiskus selama ini tidak pernah berkomentar negatif tentang Islam dan umat Islam.
Berbagai serangan bom — baik di negara-negara Eropa maupun Arab dan lainnya — selalu dikatakannya dilakukan oleh para teroris. Islam dan umat Islam tidak ada hubungannya dengan berbagai serangan bom itu. Termasuk serangan bom ke beberapa gereja di Mesir yang menewaskan puluhan warga.
Dengan sikap seperti itu, kedua tokoh pun menjalin hubungan yang akrab. Tahun lalu, atas undangan dari pihak Vatikan, Sheikh Al Azhar pun bertemu Paus Fransiskus di Roma. Pertemuan yang kemudian dilanjutkan Sheikh Ahmad Thayib dengan kunjungan ke beberapa negara Eropa untuk menyampaikan pandangan dan risalah perdamaian Al Azhar.
Kunjungan Sheikh Al Azhar ke Vatikan lalu dibalas dengan undangan kepada Paus Fransiskus untuk menghadiri Konferensi Internasional Al Azhar untuk Perdamaian di Kairo. Konferensi tiga hari (26-28 April) ini dihadiri oleh para tokoh dunia dari berbagai agama berbeda.
Undangan kepada Paus Fransiskus ini lalu dikemas sebagai kunjungan kenegaraan ke Mesir. Apalagi umat Kristiani Mesir sedang berduka. Serangan bom ke beberapa gereja di Mesir dalam waktu berdekatan membutuhkan penghiburan dari tokoh Kristiani tersebut.
Setelah bertemu dengan Presiden Abdul Fattah Sisi, Paus Fransiskus pun menghadiri hari terakhir Konferensi Internasional Al Azhar untuk Perdamaian. Agendanya hanya satu, pertemuan Sheikh Al Azhar Dr Ahmad Thayib dengan Paus Fransiskus dan dilanjutkan dengan pidato dari kedua tokoh tersebut.
Dalam pidatonya, kedua tokoh sama-sama menekankan perlunya kerja sama para tokoh agama untuk menciptakan perdamaian. Bahwa serangan teroris adalah musuh semua umat beragama.
Ya, begitulah tampaknya bila mata elang Al Azhar tertangkap oleh radar Vatikan.
********
Republika.co.id