“Senantiasa Lestarikan Ragam Produk Adiluhung Kearifan Lokal”
Esay/ Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Jum’at, 04/03 – 2016 ).

Masyarakat adat Kampung Pasir di Desa Cintakarya Kecamatan Samarang, Garut, Jawa Barat.
Meski kini hidup di tengah modernitas perkembangan zaman.
Namun mereka selama ini senantiasa “ngamumule”
Atawa tetap melestarikan keyakinannya pada “Sunda Wiwitan”, berikut ragam produk adiluhung kearifan lokalnya.
Camat Samarang Drs Bambang Hapid, M.Si katakan, dari perkampungan dihuni sekitar 132 “kepala keluarga” (KK) atau 660 penduduk tersebut, antara lain terdapat seni “buhun” yang selama ini pun dikenal dengan sebutan seni tradisional “buncis”.

“Termasuk di antaranya reog, angkulung, calung, karawitan, kecapi, serta kawih, juga diyakininya bisa menuai decak kagung wisatawan mancanegara” ungkap Bambang Hapid kepada Garut News di ruang kerjanya, Jum’at (04/03-2016).
Dikemukakan masyarakat Kampung Pasir itu, selama ini pula mereka hidup rukun dan damai dengan antar sesama penduduk lain di sekitarnya.
“Mereka saling menghormati serta menghargai agama, keyakinan, dan kepercayaannya masing-masing,” ungkap Camat pula.
Sesepuh atawa pemuka masyarakat adat Kampung Pasir, Baban R juga menyatakan, selama ini terjalin kerukunan antar sesama yang saling menghargai, maupun tidak saling mengganggu.

Sehingga denyut nadi kehidupan seluruh masyarakat sekitarnya berjalan sebagaimana biasa dan mestinya.
“Masyarakat adat Kampung Pasir pun dengan damai tetap bisa berkreativitas”
Termasuk tetap memproduk ragam aksesories ukiran, cendera mata, serta barang seni lainnya, ujar Baban R juga Ketua RW 04 Desa Cintakarya..
Sedangkan proses pendidikan budi pekerti, sopan-santun, kejujuran, dan saling menghargai.
Maupun menghormati antar sesama insan manusia, terus-menerus berlangsung terutama bagi generasi penerus.

“Agar mereka kelak bisa menjadi insan yang berkualitas,” imbuhnya.
Mendapatkan pula proses pembelajaran, serta pelatihan di “padepokan”, sekaligus belajar memainkan seni buhun tradisional Sunda, ngawih juga ngibing atawa nari.
Kerap pula menggelar seni tradisional “Buncis”. Dengan menampilkan empat group dilengkapi 16 dogdog maupun piranti musik sejenis gendang.
Disertai 48 alat musik “angklung”, yang didatangkan dari Kabupaten Kuningan. Lantaran selama ini pun interaksi persaudaraan dengan masyarakat adat di Kuningan berlangsung “solid”.
Bahkan di Padepokan masyarakat adat Kampung Pasir, baru-baru ini digelar pertunjukan meriah.

Dengan menampilkan ragam produk kreasi seni, menyeramarakan puncak peringatan hari jadi ke-203 Kabupaten Garut tahun 2016.
Ungkapan senada juga dikatakan Agus, putra kandung Baban R. Agus pun menyatakan produk kreasi seni tradisional masyarakat adat Kampung Pasir, pernah ditampilkan di “Taman Mini Indonesia Indah” (TMII) Jakarta.
Karena itu, Baban R beserta Agus mengharapkan pula, ke depan ragam produk adiluhung kearifan lokal termasuk seni buhun tradisional dari masyarakat adat Kampung Pasir ini, bisa mendunia seperti halnya “Subak” di Pulau Dewata Bali, yang diakui UNESCO sebagai “warisan dunia”.

Dalam pada itu, “Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar berbunyi:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Memeluk kepercayaan juga dijamin konstitusi seperti halnya memeluk agama.
Ini juga terkait dengan amandemen UUD yang kedua.
Terdapat Pasal 28E ayat 2, bunyinya:




“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
******