Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Jum’at, 21/07 – 2017 ).
Komoditi ekspor berupa minyak akar wangi, merupakan salah-satu produk unggulan Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang berlangsung sejak puluhan tahun lalu secara turun-temurun antara lain terdapat di wilayah Kecamatan Samarang.
Namun sangatlah ironis, sebab data akurat mengenai volume dan nilai ekspornya setiap tahun sulit diketahui, meski beragam upaya konfirmasi kerap dilakukan pada institusi teknis terkait di kabupaten setempat.
Berdasar telisik investigasi reportase Garut News menunjukan, setiap sekitar lima kilogram minyak akar wangi tersebut, diperoleh dari rangkaian proses produksi penyulingan dua ton usar atau vegetasi akar wangi.
Proses penyulingan secara manual itu, dilakukan pada sebuah ketel berbahan logam stenles yang umumnya diproduksi sendiri dengan biaya mencapai sekitar Rp100 juta.
Sedangkan rentang waktu setiap proses produksi penyulingan mencapai selama 15 jam, dengan total biaya produksi termasuk pembelian bahan baku usar, bahan bakar berupa olie bekas, bahan bakar generator penyemprot olie bekas pada dapur pembakaran, serta upah kerja seluruhnya bisa mencapai sekitar Rp17 juta.
Kemudian produk lima kilogram minyak akar wangi asli sebagai bahan baku minyak wangi berkualitas dunia, dipasarkan melalui pengumpul di Jakarta dengan harga jual saat ini berkisar Rp4 juta hingga Rp5 juta setiap kilogram.
Tetapi pengusaha produk mata dagangan ini, selama ini pula tak bisa secara terus-menerus berproduksi, lantaran antara lain terkendala ketersediaan bahan baku berupa usar, termasuk menunggu pangsa pasar yang tak setiap saat melakukan pemesanan.
Bahkan, harga usar dari pedagang pengumpul pun bisa berfluktuatif tergantung banyaknya pembeli, termasuk masih terdapatnya kini pihak pembeli usar yang berani menawar dengan harga tinggi.
Karena itu, diperoleh informasi di lapangan, guna membuka usaha produksi minyak akar wangi sangat diperlukan investasi sedikitnya mencapai Rp500 juta.
Sementara itu, lama produksi proses penyulingan yang mencapai 15 jam, diawasi pegawai secara bergantian siang – malam.
Mereka antara lain menjaga bisa tetap stabilnya tekanan serta temperatur ketel, yang harus senantiasa berlangsung konstan.
Kemudian limbah usar yang tuntas dilakukan poenyulingan seluruhnya dikeluarkan dari ketel, selanjutnya dibakar karena abunya bisa dijadikan pupuk tanaman, serta bahan baku pembuatan bata.
********