“Omset Berpeluang Capai Rp5 Triliun”
Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Kamis, 27/04 – 2017 ).
“Sekarang, Volume Bisnis Pariwisata Setara, atau Bahkan Melampaui Volume Ekspor Minyak, Produksi Makanan atau Mobil”.
Konsepsi analisis ‘United Nations World Tourism Organization’ tersebut.
Barangkali sangatlah sejalan dengan salah satu upaya konkrit jajaran “Kesatuan Pemangkuan Hutan” (KPH) Garut.
Mereka meretas prosfektif pengembangan potensi ‘eko wisata’ berbasis konservasi di wilayahnya.
Bahkan industri pariwisata berdimensi ‘eko wisata’ yang kian ‘concern’ dikembangkannya itu, ciptakan ‘multiplier effects’ maupun memacu mewujudkan kegiatan lain. Sehingga bisa menggerakkan industri-industri lain sebagai pendukungnya, ungkap Administratur KPH Garut Asep Setiawan, S.Hut.
Menyusul komponen utama industri eko wisata yang orsinil digagas KPH Garut, berdaya tarik destinasi dan atraksi edukasi di alam bebas.
Sehingga dapat menunjang bisnis perhotelan, restoran juga transportasi lokal. Dengan komponen pendukung ragam industri makanan dan minuman, perbankan, malahan manufaktur.
Karena itu, ungkapnya di Kawasan Nangklak kaki Gunungapi Papandayan menjadi wahana refresentatif berkemah, juga disediakan rumah pohon, termasuk arena outbound gathering, serta ragam ‘venue’ memesona bagi para peminat untuk ber ‘selfie’ ria.
Sedangkan destinasi wisata lain, di antaranya Curug/Situ Cibeureum, serta eko wisata ‘Karacak’. “Seluruhnya dipastikan bisa menunjang salah satu program unggulan Pemkab setempat, menjadikan Garut tujuan utama wisatawan nusantara dan mancanegara,” imbuh Asep Seiawan kepada Garut News di ruang kerjanya, Kamis (27/04-2017).
Dikatakan, institusinya pun kini gencar membangun konservasi ekologis sekaligus merefleksikan ‘amanah’ dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang pada sepanjang 2017 ini menggagendakan reboisasi seluas 6.000 hektare.
Meliputi cakupan seluas 5.000 hektare melalui bantuan pihak ketiga dengan pola penyebaran bibit tanaman keras dari udara, yang kian gencar didiskusikan agenda pelaksanaannya.
Serta seluas 1.000 hektare lebih pelaksanaan reboisasinya secara konvensional pada November hingga Desember 2017 mendatang dengan ragam komnoditi antara lain alfukat, kesemak (dyospiros SP/buah kaki), juga pelbagai jenis tanaman keras lainnya.
Sedangkan pada setiap sela tanaman keras itu, atau dibawah tegakan tanaman keras itu juga ditanami sekitar 1,6 juta pohon Kopi Arabika sebagai upaya alih komoditas sayuran pada vegetasi konservasi, yang dinilai ideal lantaran tanaman kopi memerlukan peneduh jenis tanaman keras pada rata-rata ketinggian diatas 1.000 mdpl.
Maka pola PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) ini, bisa memberdayakan sosial ekonomi 1.000 kepala keluarga atau sekitar 5.000 penduduk sekitar kawasan hutan.
Disusul program prioritas 2017 lainnya, berupa produktivitas 1.888 ton sadapan getah pinus minimal berkualifikasi atau ‘grade’ satu, selain itu ditargetkan pula produk getah pinus premium dan super premium yang terbebas dari kotoran dengan kadar air sangat rendah.
Sehingga selain mengemban fungsi sosial, KPH Garut pun selama rentang waktu 2017 berupaya maksimal bisa memenuhi target pendapatan sekitar Rp25 miliar.
“Omset Berpeluang Capai Rp5 Triliun”
Didesak pertanyaan Garut News, Asep Setiawan mengemukakan pula analisis salah satu bidang usahanya yang dikerjasamakan bersama masyarakat sekitar kawasan hutan.
Berupa penanaman mata dagangan yang bisa memiliki “Omset Produktivitas 4.000 Hektare Kopi KPH Garut Berpeluang Capai Rp5 Triliun”.
Sebab kata dia, jika produk bahan baku dari 4.000 hektare tanaman kopi telah seluruhnya dapat dipanen tersebut, dapat mencapai 6.400 kilogram, yang dengan harga penjualan terendah pun atau Rp5.000 per kilogram, totalitas omset penjulannya mencapai Rp32 miliar.
Maka jika produktivitas bahan baku itu dikemas menjadi produk akhir, omset penjualannya bahkan mencapai Rp5 triliun, lantaran kalangan konsumen bisa langsung menikmati seduhan kopi ini, ujarnya.
Analisis ini bukanlah mimpi siang hari, melainkan berdasar konsepsi matematika yang berimplikasi pada kualitas produk pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan.
Karena itu, prosfektif bahan baku produk tanaman kopi yang dikerjasamakan dengan masyarakat ini, guna dijadikan produk akhir, juga merupakan peluang bernilai ekonomi tinggi bagi kalangan calon investor yang bisa segera menanamkan investasinya sekaligus ikut serta membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat pula.
Khususnya masyarakat sekitar kawasan hutan, lantaran selama ini pun mereka tak bisa dilepaskan begitu saja ketergantungannya pada hasil ikutan hutan, terdapat pula aset lain KPH Garut.
Termasuk potensi rotan, serta tanaman kina rakyat, masih memerlukan kalangan investor yang sekaligus dapat mengupayakan pemasaran menembus pangsa-pangsa pasar yang potensial pula, imbuh Asep Setiawan yang selama ini pun kerap membangun komunikasi, dan jalinan koordinasi dengan Pemkab setempat.
*********