Garut News ( Jum’at, 25/07 – 2014 ).
Menjelang Lebaran Idul Fitri 1435 H/ 2014, kondisi jatung Kota Garut, Jawa Barat, selama ini dikenal dengan sebutan “Pengkolan” dan sekitarnya, semakin memadat.
Sarat dipenuhi penduduk berbelanja, juga dijejali beragam jenis kendaraan bermotor, menyesaki nyaris seluruh lintasan ruas jalan pada kawasan perkotaan tersebut.
Sehingga ribuan bahkan puluhan ribu penduduk berdatangan dari pelbagai pelosok untuk berbelanja, “tumplek” mendatangi setiap pertokoan, atawa pusat perbelanjaan itu.
Sedangkan, para “Pedagang Kaki Lima” (PKL), juga termasuk PKL musiman, sumringah lantaran dagangannya laris manis diserbu pembeli.
“Saya tahu keadaan kota Garut pada hari-hari menjelang Lebaran pasti padat, dan jalanan macet. Tetapi mau bagaimana lagi? Saya kan tak setiap waktu jalan-jalan ke kota Garut bersama anak-anak. Mumpung libur sekalian beli keperluan Lebaran,” ungkap Cucu(45), penumpang Angkutan Kota jurusan Terminal Guntur Garut-Kadungora, Jum’at (25/07-2014).
Pengakuan senada dikemukakan pula Indriana(32), penduduk Pataruman, Tarogong Kidul.
“Saya sebenarnya malas ke Pengkolan sekarang. Apalagi kudu berdesakkan sambil membawa anak masih bayi di tengah berjubelnya pengunjung dan PKL. Karena itu saya beli kebutuhan Lebaran justru sejak awal Ramadan. Namun entahlah, nyatanya ada saja kebutuhan mendadak, mesti dibeli dan tak bisa ditangguhkan,” katanya.
Pantauan lapangan menunjukkan, suasana Pengkolan pada beberapa hari terakhir tampak semakin parah atawa karut-marut.
Puluhan ribu penduduk tumpah-ruah di Pengkolan, mereka berbaur di antara ribuan PKL berjajar mangkal di setiap ruas badan jalan seputar pusat kota dan sekitarnya.
Maka sulit sekali bagi pejalan kaki menikmati suasana nyaman.
Begitu pula bagi para pengendara mobil atawa sepeda motor.
Lantaran trotoar sama sekali tak memberikan ruang leluasa bagi para pejalan kaki sebab dimanfaatkan para PKL masing-masing mendirikan lapaknya.
Karena itu, banyak pejalan kaki terpaksa berjalan di atas badan jalan beraspal.
Itu pun nyaris ke tengah jalan sebab banyaknya bangunan PKL berdiri, selain menghadap trotoar dan pertokoan, juga berpunggungan dengan lapak PKL lain justeru menghadap badan jalan.
Pengendara pun, menjadi tak leluasa melajukan kendaraan lantaran khawatir menyenggol para pejalan kaki tumpah ruah hingga badan jalan.
Ruang tersisa kian menyempit, akibat banyaknya kendaraan di parkir sembarangan menghabiskan sepertiga lebar badan jalan, padahal berlangsung pada “Kawasan Tertib Lalulintas” (KTL).
Kondisi tersebut, juga diperparah simpang-siurnya becak berseliweran pada dua arah, kendati ruas jalan ini, sebenarnya hanya diperuntukan bagi satu arah.
******
Noel, JDH.