Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( kamis, 07/09 – 2017 ).
Meski prahara maupun tragedi memilukan bencana banjir bandang puncak amuk Sungai Cimanuk kian berlalu nyaris setahun, tetapi hingga kini para korban kehilangan tempat tinggal belum satu pun menempati rumah bantuan dibangun di lokasi tempat relokasi. Padahal direncanakan, mereka bisa menempati rumah bantuan secara bertahap mulai Juli 2017.
Lantaran proses pembangunan rumah bantuan bagi korban banjir Cimanuk masih berlangsung. Penyerahan bantuan rumah terhadap korban pun dilakukan Pemkab Garut secara simbolis.
Sedangkan keberadaan para korban selama ini menjadi tercerai berai ke pelbagai lokasi. Banyak di antaranya mengontrak di tempat lain sebab tempat hunian sementaranya dipakai pemilik.
Proses rekonstruksi paskabencana, dan relokasi korban juga ditengarai berpotensi menimbulkan sejumlah polemik, bahkan konflik sebab terindikasi ada kejanggalan dalam realisasinya. Semisal pemilihan tempat relokasi di Kampung Gadog Desa Sirnajaya Kecamatan Tarogong Kaler.
Lokasi tersebut tak termasuk tempat relokasi korban banjir Cimanuk seperti ditetapkan Peraturan Bupati (Perbup) Garut Nomor 31/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Relokasi Permukiman bagi Korban Bencana Banjir Bandang.
Sesuai pasal 4 ayat (2), lokasi relokasi korban bencana banjir berada di Blok Kelurahan Margawati Garut Kota, Blok Cimurah Desa Cimurah Karangpawitan, Blok Ciseureuh Kelurahan Sukamentri Garut Kota, Blok Panunggangan Kelurahan Lengkongjaya Karangpawitan, dan Blok Kopi Lombong Kelurahan Sukagalih Tarogong Kidul.
Sedangkan bentuk bantuan rumahnya terdiri rumah susun sewa (rusunawa), dan rumah khusus/rumah tapak (pasal 6).
“Ini yang tak kita mengerti. Mengapa memilih relokasi di Gadog yang tak masuk SK Bupati? Padahal lokasi tersebut masih rawan bencana, rawan bencana letusan gunungapi Gunung Guntur,” ungkap Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Banjir Indonesia (AMPBI) yang juga relawan Taruna Tanggap Bencana Garut Andri Hidayatulloh, Kamis (07/09-2017).
Selain itu, Andri juga memertanyakan adanya perbedaan bentuk bangunan rumah tapak untuk hunian tetap di tempat relokasi. Seperti di Blok Ciseureuh Sukamentri dan Blok Panunggangan Lengkongjaya yang berbatasan.
Satu komplek rumah tapak itu bertipe rumah sangat sederhana tanpa ornamen apapun. Sedangkan lainnya terkesan rumah mewah dengan ornamen batu tempel dan tiang beton, serta ada tulisan “Rumah Khusus”.
“Ini kan bisa menimbulkan konflik. Mengapa bisa berbeda ? Apalagi ada tulisan ‘Rumah Khusus’. Mestinya satu standarisasi. Padahal yang disebut ‘Rumah Khusus’ dalam Perbup itu rumah tapak diperuntukkan bagi korban banjir,” bebernya.
Ungkapan senada dikemukakan Ketua DPD Laskar Indonesia Kabupaten Garut Dudi Supriyadi.
“Jika merujuk Perbup, yang harus direlokasi dan berhak mendapatkan bantuan rumah itu bukan hanya yang tempat tinggalnya hancur ketika terjadi bencana, tetapi juga rumahnya berada di daerah rawan, sepanjang bantaran sungai. Ini mesti diperhatikan, dan Pemkab Garut harus cermat memvalidasi datanya,” tandas Dudi.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Garut Aah Anwar Saepulloh tak berkomentar. Dia malahan menyarankan mengonfirmasinya ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Bagian Administrasi Pembangunan Setda setempat.
Namun sebelumnya, dia sempat menyebutkan, ada sebanyak 830 unit rumah tapak diprioritaskan selesai dibangun Pemkab Garut pada 2017. Termasuk di kampung Gadog Sirnajaya.
Sebaliknya, Kepala Pelaksana BPBD Garut Dadi Djakaria menyarankan mengonfirmasi ke Disperkim ketika dikonfirmasi jumlah korban banjir yang harus direlokasi dari hasil pemutakhiran data terakhir.
Sedangkan mengenai relokasi Kampung Gadog, dia menyebutkan hal itu berdasarkan usulan tokoh masyarakat dan pencarian lokasi pembebasan lahan yang satu hamparan.
“Ternyata tak mudah. (Adapun) pembangunan rumah tapak yang sekarang baru selesai itu sumbangan para donator,” katanya.
Tanpa menyebut jumlah, Camat Garut Kota Bambang Hapid menegaskan, warga terkena penertiban bantaran sungai Cimanuk hampir semuanya masuk daftar korban banjir bandang. Sehingga mereka masuk daftar relokasi.
Berdasar SK Bupati Garut Nomor 360/Kep.563-DSTT/2016, daerah terdampak banjir Cimanuk terjadi pada 20 September 2016 silam itu meliputi tujuh kecamatan dengan jumlah korban terdiri 787 kepala keluarga (kk) setara 2.525 jiwa, serta 2.529 rumah rusak dengan rincian 830 rusak berat, 473 rusak sedang, dan 1.226 rusak ringan.
Jumlah kerugian mencapai Rp288 miliar, berdasar kajian penilaian pada lima sektor masing-masing permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lintas sektor.
**********
(NZ).