Ketika Umat Bersatu

Ketika Umat Bersatu

965
0
SHARE
Haedar Nashir. (Republika/Agung Supri).

Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haedar Nashir *)

Haedar Nashir. (Republika/Agung Supri).
Haedar Nashir. (Republika/Agung Supri).

Namanya Al-Ahzab. Aliansi pasukan Quraisy bersama kabilah Gatafan, Yahudi Bani Nadhir, dan Banu Quraizah yang berkoalisi menyerang kaum Muslimin di Madinah. Persekutuan anti-Islam itu ingin menuntaskan kemenangan lanjutan, setelah mereka meraih sukses di perang Uhud dua tahun sebelumnya.

Pasukan Ahzab itu optimis dapat meruntuhkan kekuasaan umat Islam yang kian hari terus berkembang mengancam hegemoni Quraisy Makkah. Bermodalkan tentara gabungan yang masif, kekuatan sekutu non-muslim itu diperkirakan dengan mudah dapat merebut dan menaklukkan Madinah.

Berhasilkah pasukam Ahzab? Ternyata, harapan meraih kemenangan itu tak sampai terwujud. Di sekitar bukit Sal’, pasukan aliansi Quraisy sungguh terkejut ketika menyaksikan bentangan parit atau khandaq yang menjadi benteng pertahanan kaum Muslimin. Mereka menyangka Nabi bersama kaum Muslimun akan menghadang di Uhud.

Sekutu Quraisy itu tertahan di daerah Mujtama’ al-Asyal, tidak jauh dari wilayah Khandaq. Berkali-kali mereka berusaha menyerang tetapi gagal membentur benteng pertahanan pasukan umat Islam yang kokoh. Mereka tidak berpengalaman menghadapi strategi parit yang digagas Salman al-Farisi, sebagaimana kebiasaan bertahan bangsa Persia tatkala perang.

Dalan keputusasaan karena gagal menembus Khandaq dan dalam cuaca ekstrim yang kian mendingin. Pasukan Ahzab di bawah komando Abu Sofyan, Ibn Al-Anawar as-Sulami, dan Uyainah bin Hisn akhirnya menarik diri setelah sejumlah pasukannya tewas. Mereka merasa kalah dan aliansi pun pecah. Banu Kuraizah bahkan ditaklukkan kaum Muslimun atas pengkhianatannya merusak perjanjian damai.

Kekuatan kolektif

Peristiwa perang Khandaq pada tahun kelima hijriyah adalah kisah sukses jihad umat Islam di zaman Nabi, yang mengikat satu kekuatan strategi kolektif yang kokoh melawan aliansi Ahzab. Umat Islam belajar dari kegagalan perang Uhud, ketika dengan modal pengalaman menang di Badr dan merancang strategi perang yang hebat tetapi akhirnya harus menelan kekalahan menyakitkan.

Kaum Muslimun pada peristiwa Uhud kalah karena tidak bersatu, terutama setelah ada penghianatan dari kaum munafiq yang berbaju muslim namun hatinya menyimpang dari komitmen keislaman. Pasukan panah sebagai andalan utama juga menyempal dari perintah Nabi, yang meninggalkan celah untuk diserbu. Lebih tragis karena berebut ghanimah, harta rampasan perang yang menggiurkan dan membuat diri terlena.

Umat Islam ketika di Khandaq sungguh solid. Mereka menggali parit dengan penuh perjuangan lahir dan batin. Nabi bahkan ikut bekerja fisik, padahal baginda adalah Rasul Allah terkasih. Pada penggalian parit itulah Allah melimpahkan berkah, hingga makanan tak pernah habis padahal kala itu musim paceklik dan berkesusahan.

Allah tak pernah membiarkan para hamba beriman yang berjuang menegakkan Ajaran Islam dengan jiwa tulus, sungguh-sungguh, dan bersatu diri.

Sebagian Muslimin sebenarnya sempat ragu dan gentar menghadapi gelombang Ahzab kaum Quraisy yang tampak digdaya. Mereka kecil hati, ada yang kehilangan rasa yakin akan janji Allah, bahkan di antaranya mencari alasan untuk menghindar dan lari dari medan perjuangan.

Namun karena kesungguhan mayoritas umat Islam di bawah bimbingan Nabi, akhirnya seluruhnya berkomitmen kuat dan bersatu melawan musuh. Pasukan Ahzab yang melibatkan banyak persekutuan berhasil dikalahkah.

Allah mengingatkan kaum Muslimun atas peristiwa Ahzab itu dalam Alquran yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (QS Ahzab/33: 9-11).

Khandaq memberi pelajaran berharga tentang strategi politik yang mempersatukan umat melawan konspirasi raksasa. Ketika umat solid bersatu dengan strategi yang jitu, tidak ada yang tak bisa dikalahkan. Ujian bersatu justru ada pada diri umat sendiri. Dasarnya ialah keikhlasan melepas kepentingan kelompok demi tegaknya kebersamaan. Sepuluh ribu pasukan koalisi Quraisy mampu dikalahkan dengan cerdik dan heorik.

Adakah spirit perjuangan di medan Khandaq melawan persekongkolan Ahzab menular dalam diri kaum Muslimin di bumi Allah mana pun saat ini ketika harus berhadapan dengan realitas kehidupan yang tidak selamanya bersahabat dengan kepentingan Islam?

Bahkan pada saat sebagian sesama Muslim sendiri harus saling berhadapan secara tajam layaknya musuh karena perselisihan paham, golongan, dan kepentingan. Padahal negeri ini sedang disandera oleh tangan-tangan perkasa yang rakus dan merusak sendi-sendi perikehidupan bangsa.

Problem klasik

Di sejumlah negeri Islam saat ini keadaan sungguh memilukan. Sesama golongan Muslim saling bermusuhan. Sebagian mereka bahkan berperang seperti terjadi di Yaman, Suriah, dan Iraq. Khadiran ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) yang mesterius dari mana muasalnya, bahkan menjadi tragedi baru yang kian mengoyak dan meluluhlantahkan dunia Islam. Hingga kapan? Semoga keadaan tidak makin gawat dan tragis.

Umat Islam Indonesia parut bersyukur, sesama seiman dan sebangsa kehidupan berjalan lebih baik dan damai. Di sana-sini ada percikan konflik, tetapi secara umum kehidupan berjalan wajar. Semangat untuk bersatu makin lekat.

Pasca aksi 212 terjadi kapitalisasi ghirah kolektif untuk menegakkan marwah Islam, meski pada sebagian komponen umat terjadi euforia dan pengerasan sikap keagamaan yang harus ditarik ke garis tengah.

Alhamdulillah tema ukhuwah Islamiyah makin lama kian meluas di lingkungan umat Islam. Perkembangan positif ini telah terbangun secara evolutif sekitar satu dekade pasca reformasi 1998. Umat Islam makin inklusif, toleran, dan menyebar misi damai.

Berbagai pertemuan, forum, silaturahim, dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan kompoonen kaum Muslimun di seluruh penjuru angin makin bertumbuh sebagai panorama yang menggembirakan.

Umat Islam tidak sedang mengobarkan ekslusivisme dan permusuhan dengan siapapun, mereka secara demokratis dan konstitusional sedang memposisikan dan memerankan diri untuk bertuan di negerinya sendiri.

Menyatukan kekuatan kolektif menjadi kepentingan utama. Jargon ukhuwah Islamiyah pada sebagian kalangan Muslim terus diperluas ke segala ranah. Ada ukhuwah wathaniyah dalam relasi kebangsaan. Ukhuwah insaniyah atau basariyah untuk persaudaraan sesama umat manusia di muka bumi.

Sungguh kaya kosakata dan rujukan umat Islam dalam membingkai ukhuwah di segala radius pergaulan. Islam rahmatan lil-‘alamin, Islam Nusantara, Islam Wasathiyah, dan Islam berkemajuan menjadi ikon dan cara pandang baru yang menumbuhkan optimisme bagi semua.

Perselisihan khilafiyah yang menyangkut urusan-urusan furu’ makin menipis, meski ada riak-riak kecil seperti terjadi di Sidoarjo dan Malamg beberapa waktu lalu. Isu Sunni versus Syi’ah atau Ahmadiyah kadang masih mencuat dan kadang terus dihembuskan oleh

sebagian pihak, tetapi umat mayoritas makin matang dalam beragama. Secara umum kondisi ukhuwah sesama umat Islam dalam ranah mu’amalah makin baik dan menumbuhkan optimisme akan masa depan Islam Indonesia yang mencerahkan.

Umat Islam makin dewasa dalam berinteraksi dengan sesama saudarannya yang seiman. Demikian pula dengan sesama warga bangsa dalam keragaman agama, daerah, suku bangsa, dan golongan. Kematangan bersikap kian terbentuk oleh proses kehidupan yang sarat pergumulan layaknya hidup sebagai keluarga, yang kaya dinamika.

Tanpa dinamika tentu masyarakat di manapun tidak akan hidup normal dalam berinteraksi sosial selaku homo sapiens. Siapa yang merusak tatanan dan hukum sosial yang normal itu, dia akan dikucilkan secara sosial dan akan memperoleh hukuman yang setimpal.

Meski begitu, masih ada yang tersisa dan hingga kini menjadi persoalan klasik dalam menuntaskan ukhuwah di tubuh umat Islam. Yakni ketika bersentuhan dengan urusan politik atau kekuasaaan. Adakah ukhuwah dalam urusan al-siyasah al-Islamiyah?

Bahwa sesama komponen ormas-ormas dan parpol-parpol Islam menyatukan diri dalam satu entitas dan kepentingan politik umat Islam yang kokoh. Hingga titik ini persoalan politik umat Islam seringkali pelik dan tidak jarang anomali.

Ketika mayoritas umat berkehendak menyatukan diri dalam kepentingan kolektif demi mencegah situasi darurat dan tegaknya kehidupan bersama yang maslahat, kadang masih ada sebagian yang menyempal dan mengambil jalan mufaraqah.

Alasannya sekilas meyakinkan, dari dalih agama yang fasih hingga argumentasi sosiologis yang terkesan rasional. Namun akhir ceritanya memilukan: ukhuwah Islamiyah retak di tengah umat karena perseteruan pandangan, persimpangan kepentingan, dan hasrat meraih ghanimah.

********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY