Oleh/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Kamis, 07/07 – 2016 ).

Kemacetan arus lalu lintas sepanjang berlangsungnya musim arus mudik, dan balik Lebaran Idul Fitri saban tahunnya, sehingga selama ini semakin menjadi permasalahan “laten”.
Terindikasi kuat lantaran kegagalan perencanaan atawa perencanaan yang tak berkualitas.
Mulai pada perencanaan tingkat pusat, hingga perencanaan tingkat kabupaten/kota.

Fenomena sangat miris bahkan memilukan tersebut, juga berlangsung pada nyaris seluruh lintasan jalan provinsi dan kabupaten di Garut, Jawa Barat.
Bahkan di Kabupaten Garut, tak hanya dihadapkan pada kemacetan arus lalu lintas setiap berlangsungnya arus mudik, dan balik Lebaran Idul Fitri seperti pada 1437 H/2016 ini. Setiap berlangsungnya “long weekend” pun Garut kerap dikepung kemacetan arus lalu lintas.
Padahal aparat “Dinas Perhubungan” (Dishub) kabupaten setempat selama ini pula, saban tahun selalu menghitung populasi kendaraan yang melintas selama berlangsungnya arus mudik, dan balik Lebaran Idul Fitri.

Mereka juga menghitung jumlah penumpang yang turun dan naik dari Terminal Guntur, berikut populasi armada bis penumpang umum yang berdatangan, serta yang diberangkatkan dari terminal ini.
Sedangkan pertanyaannya…… ? Apakah produk penghitungan kalangan aparat Dishub itu, benar-benar dijadikan acuan maupun rujukan mewujudkan perencanaan tata kota berikut pembangunan jaringan jalan arteri, serta kebijakan lain di antaranya peningkatan kualitas jasa layanan ragam jenis angkutan penumpang umum…?.
Atau memang, aktivitas penghitungan populasi kendaraan melintas beserta jumlah penumpang yang turun dan berangkat itu, hanya menjadi terjebak aktivitas rutin dan serimonial saban berlangsungnya arus mudik, dan balik Lebaran Idul Fitri…… ? Walauhualam bi Sawab.

Jika demikian adanya, sungguh sangat merugi. Sebab pelbagai upaya mendapatkan data akurat ini menjadi mubazir, meski dipastikan menelan banyak energi, pikiran, waktu, juga menelan biaya operasional.
Kondisi tersebut, juga diperparah keadaan Terminal Guntur Garut yang kian mengesankan dibiarkan tak terurus, kumuh, dan kusam, meski masih ada pada kewenangan Pemkab Garut.
Selain tak memberikan jaminan rasa nyaman, aman, dan kondusif, juga terminal yang semestinya menjadi wahana interaksi harmonis antar penumpang dengan ragam moda angkutan penumpang umum yang tersedia.

Juga semakin pula mengesankan sebagai terminal yang tak sesungguhnya, menyusul terminal yang sesungguhnya sangat memerlukan 90 persen sentuhan pembangunan sarana prasarana yang sangat memadai, kemudian sepuluh persen dialokasikan bisa mendatangkan “pendapatan asli daerah” (PAD).
Tetapi di terminal Garut justru mengesankan sebaliknya, 90 persen digenjot bisa mendatangkan PAD, sedangkan sentuhan pembangunan sarana prasarananya hanya berkisar sepuluh persen.
Permasalahan ini, terkait pula dengan kemacetan arus lalu lintas, menjadikan biaya operasional setiap seluruh moda angkutan penumpang umum bisa meningkat berkali lipat.

Sehingga pengelola moda angkutan tersebut, menekan operatornya menaikan tarif di luar pengawasan aparat institusi teknis terkait, lagi-lagi yang dikorbankan masyarakat konsumen.
Karena itu, saatnya kini semakin ditingkatkan lagi kualitas pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan terpadu dan menyeluruh mulai tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
Agar rakyat jelata tak tereus-menerus dirugikan oleh kebijakan yang tak tepat sasaran, atawa kebijakan yang tak berkualitas.
*******