Garut News ( Kamis, 24/07 – 2014 ).
Meledaknya pesawat Malaysia Airlines berkode penerbangan MH17 di atas langit Ukraina, tragedi kemanusiaan.
Dunia internasional kudu serius menangani kejahatan ini.
Pesawat nahas itu meledak setelah terkena rudal, dan jatuh di wilayah Donetsk, Ukraina, awal Juli lalu.
Pesawat tersebut, membawa 298 penumpang, 12 di antaranya warga Indonesia.
Ini bukan kecelakaan normal, lantaran pesawat jatuh berkeping-keping di wilayah konflik.
Donetsk, kawasan arena baku tembak tentara Ukraina melawan kelompok pemberontak pro-Rusia.
Hal ini menyulitkan upaya penyelidikan terhadap reruntuhan pesawat, dan pemulangan mayat korban.
Satu-satunya tim investigasi bisa masuk ke Donetsk, Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE).
Itu pun tak sampai ke lokasi jatuhnya pesawat, sebab mereka dicegat pasukan pemberontak.
Tim internasional lainnya, Belanda, Malaysia, Inggris, dan Amerika Serikat, masih kesulitan masuk lokasi.
Jenazah para korban pun tertahan di tangan pemberontak.
Pemberontak bersedia membuka akses bagi tim penyelidik jika pemerintah Ukraina setuju melakukan gencatan senjata.
Tetapi Presiden Ukraina Petro Poroshenko menolak, dan malah mencari dukungan internasional menyatakan pemberontak sebagai organisasi teroris kudu diseret ke Mahkamah Internasional.
Ukraina juga menuduh, dan menyalahkan Rusia lantaran menyuplai senjata untuk pemberontak.
Kini bukanlah saatnya mencari siapa pihak paling bersalah.
Yang kudu diutamakan bagaimana penyelidik bisa meneliti reruntuhan pesawat.
Pemulangan jenazah penumpang juga harus segera dilakukan.
“Perhimpunan Transportasi Udara Internasional” (IATA) menegaskan pesawat MH17 jelas menunjukkan dirinya sebagai pesawat komersial saat terbang di atas Ukraina.
Pesawat ini juga terbang di wilayah udara, berketinggian yang.
Penembakan pesawat itu, jelas melanggar hukum dan konvensi internasional.
Masyarakat dunia, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, saatnya campur tangan.
Penembakan pesawat MH17 tergolong kejahatan internasional, dan kudu segera ditangani tegas.
IATA, dan Organisasi “Penerbangan Sipil Internasional” (ICAO) kudu meninjau kembali kriteria penetapan kawasan aman terbang.
Selama ini mereka memutuskannya berdasar ketetapan pemerintah, dan otoritas pengendali lalu lintas udara di negara langitnya menjadi lintasan pesawat.
Pemerintahlah menetapkan batas-batas terbang, dan keadaan di wilayahnya.
Maka, pemerintah Ukraina tak boleh lepas tangan hanya menyebut terjadi di Donetsk hanyalah ulah “bandit kroco”.
Hanya penyelidikan menyeluruh, kredibel, dan tanpa hambatan bisa mengungkap bencana ini.
Rusia, dan Ukraina harus mau bekerja sama menyelesaikan masalah ini.
PBB, dan tim penyelidik internasional kudu mengambil peran utama agar usaha ini berhasil.
Jika perlu, PBB harus menekan pemberontak, membuka akses ke lokasi jatuhnya pesawat, dan menyerahkan mayat korban, serta kotak hitam mereka temukan.
*******
Opini/Tempo.co